Halaman

Senin, 11 Mei 2015

MANUSIA DAN PERUBAHAN SEJARAH : JOSE ORTEGA Y GASSET



A.    MANUSIA DAN PERUBAHAN SEJARAH
Manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri. Tidak hanya berhadapan, akan tetapi juga menghadapi, dalam artian menghadapi persoalan hidup. Ia mengolah, mengangkat, melakukan dan bahkan merendahkan dirinya sendiri. Dia bisa menyatu dengan dirinya sendiri akan tetapi disisi lain ia juga bisa mengambil jarak dengan dirinya sendiri. Bersama dengan itu, manusia juga berada dan menghadapi alam , manusia adalah bagian dari alam, dia bisa bersatu akan tetapi juga  bisa berjarak dengan alam. Manusia bisa memandang, berpendapat tentangnya, mengolah dan merubah alam. Manusia itu hidup dan selalu merubah dirinya dalam arus situasi konkrit. Manusia selalu terlibat dalam situasi, situasi itu berubah dan merubah manusia. Denga inilah manusia menyejarah.[1]
Ilmu-ilmu kemanusiaan termasuk filsafat ingin merumuskan pengertian manusia yang sangat berpengaruh dalam kehidupan. Beberapa merumuskan manusia sebagai berikut : homo sapiens, homo faber, homo economicus, dan homo religious. Dalam ungkapan yang berbeda manusia juga didefinisikan sebagai : animal rationale, animal symbolicum, dan animal enducandum.
Lanjut ke pengertian sejarah, istilah sejarah menurut para ahli berasal dari bahasa Arab syajarah, yang mempunyai arti pohon atau silsilah. Namun, dewasa ini istilah sejarah dikait-kaitkan dengan tarikh, legenda, mitos dan sebagainya. Yang kemudian memberikan sebuah makna bahwa sejarah adalah masa lampau. Suatu riwayat yang menjelaskan asal dan proses suatu kejadian. Sebuah peristiwa di masa lampau bisa dikategorikan sebagai sejarah jika peristiwa tersebut mempunyai bukti. Sebuah bukti yang berupa fakta sehingga dapat membuktikan peristiwa tersebut memang adanya. Tanpa fakta peristiwa masa lampau hanya akan menjadi sebuah dongeng. Tidak menutup kemungkinan bahwa fakta sejarah sering dijadikan sebagai latar seuatu cerita atau dongeng.[2]
            Nilai sejarah (the value of history), sejarah adalah studi tentang kehidupan manusia di dunia yang berhubungan dengan kemajuan, lembaga, budaya dan peradabannya. Yang sangat penting adalah orang harus tahu apa yang dikerjakan orang lain.[3] Cicero (106-43 SM), mengatakan bahwa sejarah adalah guru kehidupan (magitra vitae), dan ketertarikan ajek terhadap pelajaran masa lampau oleh pemimpin dan public figure dari masyarakat sekarang sangat penting untuk membantu pengamatannya.[4]
            Sejarah itu muncul tidak lepas dari kebudayaan, semua kita tahu bahwa kebudayaan diakibatkan dari keberadaan manusia yang terus belajar. Jika kita kembali pada manusia, kita kenal bahwa manusia adalah sosok makhluk hidup yang belum sempurna yang dalam hidupnya serba butuh, kemudian untuk mencukupi kebutuhan melakukan berbagai cara. Dalam diri manusia mempnuyai dua kebutuhan fisik dan rohani. Dari kebutuhan ini memberikan efek yang bisa mendorong manusia untuk belajar dan bekerja. Ketika bekerja manusia tidak hanya menggunakan instingtual. Karena bekerja tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan biologis (fisik) melainkan kebutuhan kultural. Untuk itulah manusia kemudian melakukan proses belajar terus menerus. Kebudayan itu muncul dari proses manusia melakukan belajar terus menerus, kemudian merenung dan untuk menghadirkan kebudayaan kemudian menusia berkarya. Setelah kebudayaan berhasil dibentuk melalui karya manusia. Dengan kebudayaan tersebut manusia dapat belajar, serta untuk kebudayaannya manusia belajar. Karena tanpa ada proses belajar guna mengembangkan kebudayaan, kebudayaan tersebut akan  beku dan statis. Dari proses belajar inilah manusia dapat menjadi ciri khas dari makhluk hidup yang lain yang menjadi pembeda dari manusia yang lain.[5]
            Lalu apa yang menyebabkan sejarah sehingga tidak lepas dari kebudayaan. Karena dalam kebudayaan itu manusia berkreasi serta mengembangkan diri dan kebudayaannya. Dari sini kemudian ditarik garis lurus bahwa kebudayaanlah yang melahirkan sejarah, kebudayaan membuat sejarah, kemudian sejarah membentuk kebudayaan di mana manusia hidup. Setiap sejarah selalu bersifat kulturgebudenheit, yaitu terkait dengan kebudayaannya. Jika dilihat dari proses munculnya sejarah, disini manusia mempunyai peran ganda dan mempunyai posisi yang unik yakni manusia menempatkan dirinya sebagai subyek dan obyek dari sejarah itu sendiri. Seorang filsuf Spanyol Jose Ortega Y Gasset, yang membidangi hubungan antara manusia dan sejarah sekaligus sebagai tokoh pada pembahasan ini, mengatakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki sejarah, sedangkan makhluk lain tidak memilikinya.[6]
B.     BIOGRAFI JOSE ORTEGA Y GASSET
Jose Ortega Y Gasset lahir 9 Mei 1883 di Madrid. Ayahnya adalah direktur surat kabar El Imparcial, yang milik keluarga ibunya, Dolores Gasset. Keluarga itu pasti akhir dari abad kaum borjuis Spanyol liberal dan berpendidikan. Tradisi liberal dan keterlibatan jurnalistik keluarganya memiliki pengaruh besar dalam aktivisme Ortega y Gasset dalam politik. Dia kuliah di University of Deusto , Bilbao (1897-1898) dan Fakultas Filsafat dan Sastra di Universitas Central Madrid, (sekarang Complutense University of Madrid ) (1898-1904), menerima gelar doktor dalam bidang Filsafat. Dari 1905-1907, ia melanjutkan studinya di Jerman di Leipzig , Nuremberg , Cologne , Berlin , dan, di atas semua Marburg . Pada Marburg, ia dipengaruhi oleh neo-Kantianisme dari Hermann Cohen dan Paul Natorp. Setelah kembali ke Spanyol pada tahun 1908, ia diangkat sebagai profesor Psikologi , Logika dan Etika di Escuela del Unggul Magisterio de Madrid dan pada bulan Oktober 1910 ia diangkat profesor penuh Metafisika di Complutense University of Madrid, kursi kosong yang sebelumnya diselenggarakan oleh dari Nicolas Salmeron.[7]
Dia mendirikan Revista de Occidente pada tahun 1923, sisa direktur sampai 1936. Publikasi ini dipromosikan terjemahan (dan komentar atas) tokoh yang paling penting dan kecenderungan dalam filsafat, termasuk Oswald Spengler , Johan Huizinga , Edmund Husserl , Georg Simmel , Jakob von Uexküll , Heinz Heimsoeth , Franz Brentano , Hans Driesch , Ernst Müller , Alexander Pfänder , dan Bertrand Russell . Terpilih wakil provinsi León di majelis konstituante dari Republik Spanyol Kedua, dia adalah pemimpin kelompok parlemen dari intelektual yang dikenal sebagai La Agrupación al servicio de la República. ("Pada layanan Republik"), namun ia segera meninggalkan politik, kecewa. Meninggalkan Spanyol pada pecahnya Perang Saudara , ia menghabiskan bertahun-tahun pengasingan di Buenos Aires , Argentina sampai pindah kembali ke Eropa pada tahun 1942. Dia menetap di Portugal pada pertengahan 1945 dan perlahan-lahan mulai melakukan kunjungan singkat ke Spanyol. Pada tahun 1948 ia kembali ke Madrid , di mana ia mendirikan Institut Humaniora, di mana dikembangkan pemikiran tetang persona dengan keterlibatannya dalam hidup serta konsep generasi sebagai metode sejarah dan tempat dimana dia mengajar. Pada 1955 Ortega meninggal dunia dan mewariskan spanyol dengan banyak pemikiran hasil didikannya. [8]
C.     PEMIKIRAN JOSE ORTEGA Y GASSET
Sejarah menurut Jose Ortega Y Gasset adalah sebagai sebuah sistem yang senantiasa mengandaikan, kalaupun bukan identitas dalam hal kodrat, sekurang-kurangnya dalam hal struktur. Manusia mempunyai sejarah karena manusia mempunyai kodrat. Ortega memulai penalaran historisnya dengan merenungkan riwayat hidup Galileo Galilie (1564-1642), seorang ilmuwan yang harus menghabiskan 70 tahun dari usianya berlutut di depan pengadilan Gereja di Roma dan di paksa mengutuk teori Copernicus, padahal teori itulah yang memungkinkan ilmu alam berembang secara modern. Namun, yang menjadi pusat dari penalarannya bukanlah di galilee maupun teori Copernicus, Ortega tertarik dengan fenomena galileo , ia mengawali dengan pertanyaan : Mengapa tokoh Galileo masih sedemikian menarik, padahal dia bukan tokoh kontemporer, bukan juga tokoh yang hidup sewaktu dengan Ortega?
            Pertanyaan nya tidak hanya di tunjukkan kepada galileo seorang, namun pertanyaan ini tertuju kepada tokoh-tokoh yang mendunia, ketika disebut nama tokoh tersebut terdengar wow di kuping pendengar, galileo adalah salah satu dari contoh tokoh yang kemudian dijadikan pijakan awal untuk menjelaskan perubahan sejarah bagi Ortega. Dari galileo ini Ortega mencoba untuk menarik kesimpulan bahwa kejadian yang menimpa galileo dan peristiwa-peristiwa yang mendunia yang sulit untuk dilupakan seperti perang dunia I dan II, dan apa yang sesungguhnya terjadi pada krisis abad keempat belas sampai dengan abad keenam belas sedikit saja dipahamai, padahal sudah tersedia banyak fakta dan data. Dari kenyataan-kenyataan inilah yang mengantarkan Ortega pada pendapatnya bahwa fakta dan data sendiri ternyata tidak menampilkan realitas. Fakta dan data diibaratkannya sebagai tulisan “hieorogliph”,. Makna tullisan “hieroglyph baru muncul kalau ditafsirkan oleh manusia.[9]
            Hal yang sama juga berlaku dalam ilmu pengetahauan. Ilmu pengetahuan adalah interpretasi fakta. Fakta pada dirinya sendiri tidaklah menampilkan problem atau teka-teki. Realitas baru tercapai bila selubung data dan fakta disisihkan, dengan pikirannya manusia harus menyusun realitas imajiner. Dari realitas imajiner itu kemudian dicocokkan dengan fakta nyata. Bila keduanya cocok maka realitas terpahami, bila tidak, maka realitas sekali lagi harus diimajinasikan. Karena itu ilmu pengetahuan terdiri atas dua langkah: pertama, semata-mata kreatif dan imajinatif. Kedua, menghadapi apa saja yang bukan-aku dan melingkungi aku, yakni fakta dan data. Hal seperti inilah yang ditempuh oleh galileo dalam mengurai ilmu pengetahuan baru. Hal yang demikian siapa pun dapat menenmpuh langkah seperti dengan yang ditempuh oleh Galileo. “sejarah adalah ilmu dan ilmu adalah proses konstruksi.”
            Singkatnya bagaima pun sejarah yang mencoba untuk berbeda dengan filsafat harus menghadapi kemanusiaan itu sendiri sebagai struktur identitas dasariah dengan ilmu sejarah akan dapat memahami berbagai macam kehidupan manusia. Menurut Ortega setiap generasi melakukan modifikasi terhadap “semangat jama” sehingga dunia ketika mereka pergi menjadi berbeda dengan dunia ketika mereka tiba”, tegasnya usia-usia manusia yang masuk kedalam usaha untuk merubah dunia adalah kisaran 30-45 dan 45-60 tahun. Namun itu hanyalah menurutnya hanyalah sebatas usul tentative belaka, yang boleh dipegang hanyalah prinsip umum bahwa wajah dunia berubah setiap 15 tahun, bahwa sejarah berubah setiap 15 tahun, karena setiap 15 tahun muncul genarasi baru dan setiap generasi baru memodifiaksi wajah dunia. [10]

D.    KESIMPULAN

            Manusia adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri. Tidak hanya berhadapan, akan tetapi juga menghadapi, dalam artian menghadapi persoalan hidup.  Lanjut ke pengertian sejarah adalah masa lampau. Sejarah itu muncul tidak lepas dari kebudayaan, semua kita tahu bahwa kebudayaan diakibatkan dari keberadaan manusia yang terus belajar. Lalu apa yang menyebabkan sejarah sehingga tidak lepas dari kebudayaan. Karena dalam kebudayaan itu manusia berkreasi serta mengembangkan diri dan kebudayaannya. Dari sini kemudian ditarik garis lurus bahwa kebudayaanlah yang melahirkan sejarah, kebudayaan membuat sejarah, kemudian sejarah membentuk kebudayaan di mana manusia hidup.
            Seorang filsuf Spanyol Jose Ortega Y Gasset, yang membidangi hubungan antara manusia dan sejarah sekaligus sebagai tokoh pada pembahasan ini, mengatakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki sejarah, sedangkan makhluk lain tidak memilikinya. Sejarah menurut Jose Ortega Y Gasset adalah sebagai sebuah sistem yang senantiasa mengandaikan, kalaupun bukan identitas dalam hal kodrat, sekurang-kurangnya dalam hal struktur.
Singkatnya bagaima pun sejarah yang mencoba untuk berbeda dengan filsafat harus menghadapi kemanusiaan itu sendiri sebagai struktur identitas dasariah dengan ilmu sejarah akan dapat memahami berbagai macam kehidupan manusia. Menurut Ortega setiap generasi melakukan modifikasi terhadap “semangat jama” sehingga dunia ketika mereka pergi menjadi berbeda dengan dunia ketika mereka tiba”, tegasnya usia-usia manusia yang masuk kedalam usaha untuk merubah dunia adalah kisaran 30-45 dan 45-60 tahun.



DAFTAR PUSTAKA




Drijarkara, Filsafat Manusia  (N.p.N.p; 1969)
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995)
Hitami, Munzir, Revolusi Sejarah Manusia: Peran rasul sebagai Agen Perubahan (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2009)
Sastrapratedja,M, Manusia dan Perubahan Sejarah,(N.p.;N.p.;T.t)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar