A.
MANUSIA DAN
PERUBAHAN SEJARAH
Manusia
adalah makhluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri. Tidak hanya berhadapan,
akan tetapi juga menghadapi, dalam artian menghadapi persoalan hidup. Ia
mengolah, mengangkat, melakukan dan bahkan merendahkan dirinya sendiri. Dia
bisa menyatu dengan dirinya sendiri akan tetapi disisi lain ia juga bisa
mengambil jarak dengan dirinya sendiri. Bersama dengan itu, manusia juga berada
dan menghadapi alam , manusia adalah bagian dari alam, dia bisa bersatu akan
tetapi juga bisa berjarak dengan alam.
Manusia bisa memandang, berpendapat tentangnya, mengolah dan merubah alam.
Manusia itu hidup dan selalu merubah dirinya dalam arus situasi konkrit.
Manusia selalu terlibat dalam situasi, situasi itu berubah dan merubah manusia.
Denga inilah manusia menyejarah.[1]
Ilmu-ilmu
kemanusiaan termasuk filsafat ingin merumuskan pengertian manusia yang sangat
berpengaruh dalam kehidupan. Beberapa merumuskan manusia sebagai berikut : homo
sapiens, homo faber, homo economicus, dan homo religious. Dalam
ungkapan yang berbeda manusia juga didefinisikan sebagai : animal rationale,
animal symbolicum, dan animal enducandum.
Lanjut ke pengertian sejarah,
istilah sejarah menurut para ahli berasal dari bahasa Arab syajarah, yang
mempunyai arti pohon atau silsilah. Namun, dewasa ini istilah sejarah
dikait-kaitkan dengan tarikh, legenda, mitos dan sebagainya. Yang kemudian
memberikan sebuah makna bahwa sejarah adalah masa lampau. Suatu riwayat yang
menjelaskan asal dan proses suatu kejadian. Sebuah peristiwa di masa lampau
bisa dikategorikan sebagai sejarah jika peristiwa tersebut mempunyai bukti.
Sebuah bukti yang berupa fakta sehingga dapat membuktikan peristiwa tersebut
memang adanya. Tanpa fakta peristiwa masa lampau hanya akan menjadi sebuah
dongeng. Tidak menutup kemungkinan bahwa fakta sejarah sering dijadikan sebagai
latar seuatu cerita atau dongeng.[2]
Nilai sejarah (the value of history), sejarah
adalah studi tentang kehidupan manusia di dunia yang berhubungan dengan kemajuan,
lembaga, budaya dan peradabannya. Yang sangat penting adalah orang harus tahu
apa yang dikerjakan orang lain.[3]
Cicero (106-43 SM), mengatakan bahwa sejarah adalah guru kehidupan (magitra
vitae), dan ketertarikan ajek terhadap pelajaran masa lampau oleh pemimpin
dan public figure dari masyarakat sekarang sangat penting untuk membantu
pengamatannya.[4]
Sejarah itu muncul tidak lepas dari kebudayaan, semua kita tahu
bahwa kebudayaan diakibatkan dari keberadaan manusia yang terus belajar. Jika
kita kembali pada manusia, kita kenal bahwa manusia adalah sosok makhluk hidup
yang belum sempurna yang dalam hidupnya serba butuh, kemudian untuk mencukupi
kebutuhan melakukan berbagai cara. Dalam diri manusia mempnuyai dua kebutuhan
fisik dan rohani. Dari kebutuhan ini memberikan efek yang bisa mendorong
manusia untuk belajar dan bekerja. Ketika bekerja manusia tidak hanya
menggunakan instingtual. Karena bekerja tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan
biologis (fisik) melainkan kebutuhan kultural. Untuk itulah manusia kemudian
melakukan proses belajar terus menerus. Kebudayan itu muncul dari proses
manusia melakukan belajar terus menerus, kemudian merenung dan untuk
menghadirkan kebudayaan kemudian menusia berkarya. Setelah kebudayaan berhasil
dibentuk melalui karya manusia. Dengan kebudayaan tersebut manusia dapat
belajar, serta untuk kebudayaannya manusia belajar. Karena tanpa ada proses
belajar guna mengembangkan kebudayaan, kebudayaan tersebut akan beku dan statis. Dari proses belajar inilah
manusia dapat menjadi ciri khas dari makhluk hidup yang lain yang menjadi
pembeda dari manusia yang lain.[5]
Lalu apa yang menyebabkan sejarah sehingga tidak lepas dari kebudayaan.
Karena dalam kebudayaan itu manusia berkreasi serta mengembangkan diri dan
kebudayaannya. Dari sini kemudian ditarik garis lurus bahwa kebudayaanlah yang
melahirkan sejarah, kebudayaan membuat sejarah, kemudian sejarah membentuk
kebudayaan di mana manusia hidup. Setiap sejarah selalu bersifat kulturgebudenheit,
yaitu terkait dengan kebudayaannya. Jika dilihat dari proses munculnya
sejarah, disini manusia mempunyai peran ganda dan mempunyai posisi yang unik
yakni manusia menempatkan dirinya sebagai subyek dan obyek dari sejarah itu
sendiri. Seorang filsuf Spanyol Jose Ortega Y Gasset, yang membidangi hubungan
antara manusia dan sejarah sekaligus sebagai tokoh pada pembahasan ini, mengatakan
bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki sejarah, sedangkan
makhluk lain tidak memilikinya.[6]
B. BIOGRAFI JOSE ORTEGA Y GASSET
Jose Ortega Y Gasset
lahir 9 Mei 1883 di Madrid. Ayahnya adalah direktur surat kabar El Imparcial,
yang milik keluarga ibunya, Dolores Gasset. Keluarga itu pasti akhir dari abad
kaum borjuis Spanyol liberal dan berpendidikan. Tradisi liberal dan
keterlibatan jurnalistik keluarganya memiliki pengaruh besar dalam aktivisme
Ortega y Gasset dalam politik. Dia kuliah di University of Deusto , Bilbao
(1897-1898) dan Fakultas Filsafat dan Sastra di Universitas Central Madrid,
(sekarang Complutense University of Madrid ) (1898-1904), menerima gelar doktor
dalam bidang Filsafat. Dari 1905-1907, ia melanjutkan studinya di Jerman di
Leipzig , Nuremberg , Cologne , Berlin , dan, di atas semua Marburg . Pada
Marburg, ia dipengaruhi oleh neo-Kantianisme dari Hermann Cohen dan Paul
Natorp. Setelah kembali ke Spanyol pada tahun 1908, ia diangkat sebagai profesor
Psikologi , Logika dan Etika di Escuela del Unggul Magisterio de Madrid dan
pada bulan Oktober 1910 ia diangkat profesor penuh Metafisika di Complutense
University of Madrid, kursi kosong yang sebelumnya diselenggarakan oleh dari
Nicolas Salmeron.[7]
Dia mendirikan Revista
de Occidente pada tahun 1923, sisa direktur sampai 1936. Publikasi ini
dipromosikan terjemahan (dan komentar atas) tokoh yang paling penting dan
kecenderungan dalam filsafat, termasuk Oswald Spengler , Johan Huizinga ,
Edmund Husserl , Georg Simmel , Jakob von Uexküll , Heinz Heimsoeth , Franz
Brentano , Hans Driesch , Ernst Müller , Alexander Pfänder , dan Bertrand
Russell . Terpilih wakil provinsi León di majelis konstituante dari Republik
Spanyol Kedua, dia adalah pemimpin kelompok parlemen dari intelektual yang
dikenal sebagai La Agrupación al servicio de la República. ("Pada layanan
Republik"), namun ia segera meninggalkan politik, kecewa. Meninggalkan Spanyol
pada pecahnya Perang Saudara , ia menghabiskan bertahun-tahun pengasingan di
Buenos Aires , Argentina sampai pindah kembali ke Eropa pada tahun 1942. Dia
menetap di Portugal pada pertengahan 1945 dan perlahan-lahan mulai melakukan
kunjungan singkat ke Spanyol. Pada tahun 1948 ia kembali ke Madrid , di mana ia
mendirikan Institut Humaniora, di mana dikembangkan pemikiran tetang persona
dengan keterlibatannya dalam hidup serta konsep generasi sebagai metode sejarah
dan tempat dimana dia mengajar. Pada 1955 Ortega meninggal dunia dan mewariskan
spanyol dengan banyak pemikiran hasil didikannya. [8]
C.
PEMIKIRAN JOSE ORTEGA Y
GASSET
Sejarah menurut Jose Ortega Y Gasset adalah sebagai sebuah sistem yang
senantiasa mengandaikan, kalaupun bukan identitas dalam hal kodrat,
sekurang-kurangnya dalam hal struktur. Manusia mempunyai sejarah karena manusia
mempunyai kodrat. Ortega memulai penalaran historisnya dengan merenungkan
riwayat hidup Galileo Galilie (1564-1642), seorang ilmuwan yang harus
menghabiskan 70 tahun dari usianya berlutut di depan pengadilan Gereja di Roma
dan di paksa mengutuk teori Copernicus, padahal teori itulah yang memungkinkan
ilmu alam berembang secara modern. Namun, yang menjadi pusat dari penalarannya
bukanlah di galilee maupun teori Copernicus, Ortega tertarik dengan fenomena
galileo , ia mengawali dengan pertanyaan : Mengapa tokoh Galileo masih
sedemikian menarik, padahal dia bukan tokoh kontemporer, bukan juga tokoh yang
hidup sewaktu dengan Ortega?
Pertanyaan nya tidak hanya di tunjukkan kepada galileo
seorang, namun pertanyaan ini tertuju kepada tokoh-tokoh yang mendunia, ketika
disebut nama tokoh tersebut terdengar wow di kuping pendengar, galileo adalah
salah satu dari contoh tokoh yang kemudian dijadikan pijakan awal untuk
menjelaskan perubahan sejarah bagi Ortega. Dari galileo ini Ortega mencoba
untuk menarik kesimpulan bahwa kejadian yang menimpa galileo dan
peristiwa-peristiwa yang mendunia yang sulit untuk dilupakan seperti perang
dunia I dan II, dan apa yang sesungguhnya terjadi pada krisis abad keempat
belas sampai dengan abad keenam belas sedikit saja dipahamai, padahal sudah
tersedia banyak fakta dan data. Dari kenyataan-kenyataan inilah yang
mengantarkan Ortega pada pendapatnya bahwa fakta dan data sendiri ternyata
tidak menampilkan realitas. Fakta dan data diibaratkannya sebagai tulisan “hieorogliph”,.
Makna tullisan “hieroglyph baru muncul kalau ditafsirkan oleh
manusia.[9]
Hal yang sama juga berlaku
dalam ilmu pengetahauan. Ilmu pengetahuan adalah interpretasi fakta. Fakta pada
dirinya sendiri tidaklah menampilkan problem atau teka-teki. Realitas baru
tercapai bila selubung data dan fakta disisihkan, dengan pikirannya manusia
harus menyusun realitas imajiner. Dari realitas imajiner itu kemudian
dicocokkan dengan fakta nyata. Bila keduanya cocok maka realitas terpahami,
bila tidak, maka realitas sekali lagi harus diimajinasikan. Karena itu ilmu
pengetahuan terdiri atas dua langkah: pertama, semata-mata kreatif dan
imajinatif. Kedua, menghadapi apa saja yang bukan-aku dan melingkungi aku,
yakni fakta dan data. Hal seperti inilah yang ditempuh oleh galileo dalam
mengurai ilmu pengetahuan baru. Hal yang demikian siapa pun dapat menenmpuh langkah
seperti dengan yang ditempuh oleh Galileo. “sejarah adalah ilmu dan ilmu adalah
proses konstruksi.”
Singkatnya bagaima pun sejarah yang mencoba untuk berbeda
dengan filsafat harus menghadapi kemanusiaan itu sendiri sebagai struktur
identitas dasariah dengan ilmu sejarah akan dapat memahami berbagai macam
kehidupan manusia. Menurut Ortega setiap generasi melakukan modifikasi terhadap
“semangat jama” sehingga dunia ketika mereka pergi menjadi berbeda dengan dunia
ketika mereka tiba”, tegasnya usia-usia manusia yang masuk kedalam usaha untuk
merubah dunia adalah kisaran 30-45 dan 45-60 tahun. Namun itu hanyalah
menurutnya hanyalah sebatas usul tentative belaka, yang boleh dipegang hanyalah
prinsip umum bahwa wajah dunia berubah setiap 15 tahun, bahwa sejarah berubah
setiap 15 tahun, karena setiap 15 tahun muncul genarasi baru dan setiap
generasi baru memodifiaksi wajah dunia. [10]
D. KESIMPULAN
Manusia adalah
makhluk yang berhadapan dengan dirinya sendiri. Tidak hanya berhadapan, akan
tetapi juga menghadapi, dalam artian menghadapi persoalan hidup. Lanjut ke pengertian sejarah adalah
masa lampau. Sejarah itu muncul tidak lepas dari kebudayaan, semua kita tahu
bahwa kebudayaan diakibatkan dari keberadaan manusia yang terus belajar. Lalu apa yang menyebabkan sejarah sehingga tidak lepas dari kebudayaan.
Karena dalam kebudayaan itu manusia berkreasi serta mengembangkan diri dan
kebudayaannya. Dari sini kemudian ditarik garis lurus bahwa kebudayaanlah yang
melahirkan sejarah, kebudayaan membuat sejarah, kemudian sejarah membentuk
kebudayaan di mana manusia hidup.
Seorang filsuf Spanyol Jose Ortega Y Gasset, yang membidangi
hubungan antara manusia dan sejarah sekaligus sebagai tokoh pada pembahasan
ini, mengatakan bahwa manusia adalah satu-satunya makhluk yang memiliki
sejarah, sedangkan makhluk lain tidak memilikinya. Sejarah menurut Jose Ortega
Y Gasset adalah sebagai sebuah sistem yang senantiasa mengandaikan, kalaupun
bukan identitas dalam hal kodrat, sekurang-kurangnya dalam hal struktur.
Singkatnya bagaima pun
sejarah yang mencoba untuk berbeda dengan filsafat harus menghadapi kemanusiaan
itu sendiri sebagai struktur identitas dasariah dengan ilmu sejarah akan dapat
memahami berbagai macam kehidupan manusia. Menurut Ortega setiap generasi
melakukan modifikasi terhadap “semangat jama” sehingga dunia ketika mereka
pergi menjadi berbeda dengan dunia ketika mereka tiba”, tegasnya usia-usia
manusia yang masuk kedalam usaha untuk merubah dunia adalah kisaran 30-45 dan
45-60 tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Drijarkara, Filsafat
Manusia (N.p.N.p; 1969)
Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, (Jakarta: PT
Dunia Pustaka Jaya, 1995)
Hitami, Munzir, Revolusi Sejarah Manusia: Peran rasul sebagai
Agen Perubahan (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2009)
Sastrapratedja,M,
Manusia dan Perubahan Sejarah,(N.p.;N.p.;T.t)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar