Halaman

Senin, 11 Mei 2015

Filsafat manusia: Pemikiran hegel dan karl max



A.    PENDAHULUAN
Kehidupan manusia tidak lepas dari pekerjaan. Bahkan seringkali pekerjaan dianggap sebagai hal yang paling sentral dalam kehidupan manusia. Pada titik ini pekerjaan dianggap atau dipandang sebagai hal yang paling sentral dalam kehidupan manusia yang berhubungan bukan saja dengan kelangsungan hidup manusia namun juga masa depan manusia dan sebagai jawaban perkara hidup-matinya manusia.
Bekerja sangat penting bagi manusia. Dengan pekerjaan manusia akan lebih manusiawi. Dan salah satu yang membedakan manusia dengan hewan adalah kerja. Ini sangat membedakan dengan hewan, hewan melakukan sesuatu karena nalurinya. Perhatian para filosof terhadap ini sangat minim. Perkembangan filsafat kerja sendiri baru berkembang pada masa Hegel dan Karl Marx.
B.     FILSAFAT DAN KERJA
Kerja adalah bagian sentral di dalam kehidupan manusia. Dengan pikiran dan tubuhnya, manusia mengorganisir pekerjaan, membuat benda-benda yang dapat membantu pekerjaannya tersebut, dan menentukan tujuan akhir dari kerjanya. Di dalam Kitab Suci Yahudi yang sudah berusia sangat tua diceritakan bagaimana kerja merupakan hukuman Tuhan kepada manusia, karena ia tidak patuh pada perintah-nya. Sekitar 2600 tahun yang di Yunani, Hesiodotus menulis sebuah puisi tentang kerja yang berjudul Work and Days.[1] Di dalamnya ia berpendapat, bahwa kerja adalah isi utama dari kehidupan manusia.
Di dalam salah satu tulisannya, Franz Magnis Suseno pernah berpendapat, bahwa refleksi filsafat tentang kerja dapat ditemukan sejak 2400 tahun yang lalu. Walaupun pada masa itu, kerja dipandang sebagai sesuatu yang rendah.[2] Warga bangsawan tidak perlu bekerja. Mereka mendapatkan harta dari status mereka. Bahkan dapat dikatakan bahwa pada masa itu, manusia yang sesungguhnya tidak perlu bekerja. Ia hanya perlu berpikir dan menulis di level teoritis. Semua pekerjaan fisik diserahkan pada budak. Budak tidak dianggap sebagai manusia seutuhnya.  Pada abad ke 17 dan 18, refleksi filsafat tentang kerja mulai berubah arah. Salah seorang filsuf Inggris yang bernama John Locke pernah berpendapat, bahwa pekerjaan merupakan sumber untuk memperoleh hak miliki pribadi. Hegel, filsuf Jerman, juga berpendapat bahwa pekerjaan membawa manusia menemukan dan mengaktualisasikan dirinya. Karl Marx, murid Hegel, berpendapat bahwa pekerjaan merupakan sarana manusia untuk menciptakan diri. Dengan bekerja orang mendapatkan pengakuan.[3] Secara singkat Magnis Suseno menegaskan, bahwa ada tiga fungsi kerja, yakni fungsi reproduksi material, integrasi sosial, dan pengembangan diri. Yang pertama dengan bekerja, manusia bisa memenuhi kebutuhannya. Yang kedua dengan bekerja, manusia mendapatkan status di masyarakat. Ia dipandang sebagai warga yang bermanfaat. Dan yang ketiga dengan bekerja, manusia mampu secara kreatif menciptakan dan mengembangkan dirinya.
C.     HEGEL DAN PEMIKIRANNYA
Hegel lahir di Stutgart pada 1770 dari keluarga keleas menengah atas, dan mendapat pendidikan klasik, sastra dan teologi di Tubingen, Hegel muda pernah bekerja sebagai tutor les bagi keluarga kaya Swiss di Berne (1793-1796), sebelum ia pindah ke Frankfrut pada 1979. Karier akademisnya melejit cepat hingga ke jalur Profesor di University of Jena pada 1805. Di situ, bersama temannya Friedrich Schelling, Hegel meluncurkan Critical Journal of Philosophy. Karya Hegel yang kala itu yang biasa di sebut “Jena Writinngs”, memberi pertanda banyak bagi argumen karya besarnya Philosophy of Right (1821). Pada 1818, Hegel menjadi guru besar Filsafat di University of Berlin, dimana ia tinggal samapi kematiannya pada 1831 beberapa bulan setelah ia di beri medali oleh Friedrich Wilhelm III dari Pursia.[4]
Menurut pandangan Hegel manusia tau akan dirinya apabila dia menyadari sepenuhnya. Dengan menemukan diri manusia akan semakin nyata akan dirinya dan eksistensinya obyektif. Disini pekerjaan menjadi fungsi penting untuk mengetahui dirinya. Menurut Hegel manusia sebagai makhluk yang mencapai realitasnya apabila ia mengobyektifkan diri dan itu berarti ia dapat memandang dan memahami diri sendiri maupun secara sosial. Pekerjaan itu tindakan yang merealisasikann atau menyatakan manusia, karena didalamnya manusia melahirkan didalamnya hanya secara potensial ada padanya kedalam kenyataan obyektif sehingga ia dan orang lain dapat memandang dan memahami dirinya.[5] Menurut pandangan Hegel pekerjaan membawa manusia menemukan dan mengaktualisasikan dirinya. Disini pekerjaan menjadi fungsi penting untuk mengetahui dirinya.[6]
Tujuan menyeluruh Hegel adalah menunjukan sifat sosial mendalam dari individu modern yang bisa “at-home-in-the-world” (merasa nyaman hidup di dunia). Ilustrasi lanjutannya pemikiran Hegel tentang pemikiran kritis Hubungan Internasional kontemporer dapat dilihat dalam kontek pemahaman Helegian tentang masyarakat sipil dan pembangkitan sistemik atas kekayaan dan kemiskinan. Tidak seperti bacaan liberal tentang kebaikan “free-market” (pasar bebas) kapitalis, konseptualisasi Hegel tentang masyarakat sipil adalah sebagai wilayah “egoisme universal”. Disini, menurut Hegel, masing-masing orang mencari kepentingan sendiri melalui pertukaran dalam pasar. Sistem ini memberikan penyangkalan yang kuat bagi pemahaman ekonomistik atas pasar. Partisipasi dalam pembagian sosial atas tenaga kerja, dan pemaknaan yang terbentuk secara sosial serta kebutuhan yang di wadahi dalam produksi dan komunikasi, bagi Hegel, adalah intrinsik bagi realisasi diri dan nilai sosial. Namun demikian, karena hubungan pertukaran kapitalis membuat hubungan tergantung pada pertukaran (tenaga di tukar upah), maka kegagalan dalam pertukaran itu berarti pasar bisa menghasilkan kekayaan sekaligus kemiskinan, sehingga perlu peran negara dalam menciptakan lingkungan yang memfasilitasi hubungan yang optimal. Lebih tajam lagi, konsep nonekonomistik sangat mendalam Hegel tentang kemiskinan bukan suatu kondisi “kurangnya” (pendapatan, pekerjaan, teknologi, atau pendidikan yang menjadi jangkar bagi wacana modernisasi neokolonial tenntang “pembangunan” di berbagai bagian dunia sebagai perwujudan dari “kekurangan”), mendesak sikap kritis lebih radikal untuk menekankan kembali tidak hanya apa yang di sebut Adam Smith sebagai “Boundary Question” atau pertanyaan batas (antara Negara dan Pasar), tetapi juga pada problem lebih rumit berupaya memikirkan kembali “batas-batas” tentang masyarakat sipil.[7]
Akhirnya, “dialektika tuan/budak” dari The Phenmenology of Spirit, tak di ragukan lagi, menjadi kontribusi paling terkenal Hegel bagi wacana kritis yang terkait reasionalitas mendalam dan ko-konstruksi bagi self, menawarkan sumber paling kuat bagi Hubungan Internasional kontemporer yang kritis. Bagi Hegel, kebebasan mensyaratkan perpindahan dari berbagai bentuk (lebih rendah) dari kesadaran (secara keseluruhan eksternal / objektif atau secara keseluruhan subjektif/internal) menuju tahap lebih tinggi dari self-consciousness atau kesadaran diri. Perpindahan ini hanya mungkin melalui dialektika saling pengakuan; pengakuan atas self yang di berikan oleh other, yang pada gilirannya di akui sebagai self (other) yang berbeda. Kekuatan dari formulasi ini mendapat  perimbangan atas aspek-aspek fenomenologis dalam konteks perbudakan. Dalam Bab 4 tentang “On Lordship and Bondage” dari buku The Phenomenology of Spirit, Hegel menelusuri penjungkirbalikan hubungan feodal antara “Lord” (tuan) dan “Boundage” (hamba), saat orang yang “dihambakan” pada tuan berarti realisasi yang lambat atas harga diri: dalam mengubah bahan mentah menjadi objek-objek  yang bisa di gunakan tuannya melalui pengeluaran energi dan tenaga kerja, para hamba itu “menyerahkan dirinya” sebagai sosok independen; sementara “sang tuan” yang sangat tergantung pada tenaga si hamba, ternyata mengajukan cangkang kosong atas klaimnya sebagai penguasa. Kebutuhan atas seseorang “self” terhadap pihak lain “other” dibuat sangat jelas, lebih-lebih karena narasi sejarah purposif Hegel sebagai aktaualisasi kebebasan bergantung kepada kesadaran diri duflikatif negatif ini. Namun demikian, dalam konteks sejarah dunia, itu mendasari pembenaran kuat bagi perjuangan  anti kolonial oleh kaum yang terpinggirkan, tersingkirkan, dan tak terwakili dalam hubungan internasional. Hal itu juga memungkinkan pembacaan kritis atas klaim kososng tentang penguasaan yang hanya di dasarkan pada akumulasi kekayaan dalam dunia yang semakin tidak merata ini.[8]
D.    KARL MARX
Karl Marx adalah seseorang yang lahir dari keluarga progresif Yahudi. Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, walaupun begitu ayahnya cenderung menjadi deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal untuk menjadi pengacara. [9] Pada tahun 1849 Marx pindah ke London, dan karena kegagalan revolusi politiknya pada tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner lalu beralih ke penelitian yang lebih serius dan terperinci tentang bekerjanya sistem kapitalis. Pada tahun 1864 Marx terlibat dalam aktivitas politik dengan bergabung dengan gerakan pekerja Internasional. Ia segera mengemukan dalam gerakan ini dan menghabiskan selama beberapa tahun di dalamnya. Namun disintegrasi yang terjadi di dalam gerakan ini pada tahun 1876, gagalnya sejumlah gerakan revolusioner, dan penyakit yang dideritanya menandai akhir karier Marx. Istrinya meninggal pada tahun 1881, anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri meninggal pada tanggal 14 Maret 1883. [10]
Karl Marx menawarkan filsafat Materialisme. Yakni materi sajalah menurut Marx yang nyata. Di dalam hidup kemasyarakatan satu-satunya yang nyata adalah masyarakat yang bekerja. Menurut Marx manusia bekerja, maka dia ada (hidup). Ia membagi masyarakat menjadi dua kelas; yaitu kelas buruhdan kelas borjuis. Gagasan utama Karl Marx adalah memperjuangkan emansipasi kaum buruh, yakni membela kaum proletar tersebut untuk mencapai kesetaraan dengan kaum borju.
Marx menjelaskan, masyarakat yang asli tidak mengenal pertengatangan kelas. Adanya kelas-kelas di masyarakat disebabkan karena pengkhususan pekerjaan dan karena timbulnya gagasan tentang milik pribadi. Hal ini menyebabkan adanya kelas pemilik (kaum kapitasl) dan kelas yang tanpa milik (kaum proletar), yang saling bertentangan. Jurang di antar yang kaya dan yang miskin di antara kaum kapitalis dan kaum proletar makin melebar. Maka tidak dapat dielakkan lagi timbullah krisis yang hebat. Sebab penawaran barang-barang di pasar makin bertambah, karena produksi makin berlimpah-limpah, akan tetapi daya beli tidak ada. Masyarakat yang demikian akan runtuh. Maka inilah waktunya kaum proletar bersatu merebut kekuasaan dengan suatu revolusi, suatu masyarakat yang tanpa kelas.[11]
Karl Marx beserta teman dekatnya, yakni Friedrich Engles (1820-1895) menuliskan sebuah buku “Das Kapital”, yang isinya kurang lebih tentang bagaimana ekonomi sosial atau komunis diorganisasikan. Yang kemudian disusul buku The Communist Manifesto (1848) yang berisikan daftar singkat karakter alamiah komunis. Prinsip-prinsip komunis modern dalam bukunya tersebut antara lain :[12]
·         pengahapusan kekayaan tanah dan menerapkan sewa tanah bagi tujuan-tujuan publik.
·         pengenaan pajak pendapat (tax income) yang bertingkat.
·         pengapusan seluruh hak-hak warisan.
·         penarikan kekayaan seluruh emigran dan para penjahat atau pemberontak.
·         Sentralisasi kredit pada negara melalui bank nasional dengan modal negara dan monopoli yang bersifat eksklusif.
·         Sentralisasi alat-alat komunikasi, dan transportasi di tangan negara.
·         Perluasan pabrik dan alat-alat produksi yang dimilki oleh negara, menggarap tanah yang tanah, dan meningkatkan guna tanah yang sesuai dengan perencanaan umum.
Karl Marx percaya dalam kapitalisme, terjadi keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Kekayaan pribadi dan pasar menurutnya tidak memberikan nilai dan arti pada semua yang mereka rasakan sehingga mengasingkan manusia, manusia dari diri mereka sendiri. Hasil keberadaan pasar, khususnya pasar tenaga kerja menjauhkan kemampuan manusia untuk memperoleh kebahagiaan sejati, karena dia menjauhkan cinta dan persahabatan. Dia berpendepat bahwa dalam ekonomi klasik, menerima pasar tanpa memperhatikan kekayaan pribadi, dan pengaruh kebradaan pasar pada manusia. Sehingga sangat penting untuk mengetahui hubungan antara kekayaan pribadi, ketamakan, pemisahan buruh, modal dan kekayaan tanah, antara pertukaran dengan kompetisi, nilai dan devaluasi manusia, monopoli dan kompetisi dan lain-lain.  Hasil dari teori historis Karl Marx pada masyarakat antara lain :
·         masyarakat feudalisme, dimana faktor-faktor produksi berupa tanah pertanian dikuasai oleh tuan-tuan tanah.
·         Pada masa kapitalisme hubunganantara kekuatan dan relasi prodksi akan berlangsung, namun karena terjadi peningkatan output dan kegiatan ekonomi, sebagaimana feudalisme juga mengandung benih kehancurannya, maka kapitalismepun akan hancur dan digantikan dengan masyarakat sosialisme.
·         Masa sosialisme dimana relasi produksi mengikuti kapitalisme masih mengandung sisa-sisa kapitalisme.
·         Pada masa komunisme, manusia tidak didorong untuk bekerja dengan intensif uang atau materi.
Menurut Karl Marx dalam komoditas dan kelas dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu:
·           kaum kapitalis (borjuis) yang memiliki alat-alat produksi.
·           Kaum buruh (proletar) yang tidak memiliki alat-alat produksi, ruang kerja, maupun bahan-bahan produksi.
Kritik karl marx ini tertuang pada hukum Karl Marx tentang kapitalisme, yang berisi tentang[13] :
1.      Surplus pengangguran
Pada konsep tentang surplus pengangguran ini, Karl Marx berpendapat bahwa selalu terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja yang berdampak pada penekanan tingkat upah sehingga menjadi surplus value dan keuntungan tetap bernilai positif. Karl Marx melihat ada 2 faktor penyebab terjadinya surplus tenaga kerja ini. Pertama, yaitu Direct Recruitment yang terjadi akibat penggantian tenaga kerja manusia oleh mesin-mesin produksi. Kedua, Indirect Recruitment yang terjadi akibat adanya anggota baru tenaga kerja yang memasuki pasar tenaga kerja.
2.      Penurunan tingkat keuntungan
Dalam model Karl Marx dirumuskan bahwa tingkat keuntungan (P) mempunyai hubungan positif dengan tingkat surplus Value (S’) dan mempunyai hubungan negative dengan organic komposition of capita (Q).
P=S’(1-Q)
Dengan asumsi bahwa surpus value dipertahankan untuk tidak berubah. Setiap kenaikan dalam organic composition of capital akan menghasilkan penurunan pada tingkat keuntungan, melalui mekanisme sebagai berikut. Menurut Karl Marx ada pengaruh yang kuat para kapitalis untuk menghimpun modal. Penghimpunan modal ini berarti bahwa aka nada lebih banya fariabel modal yang digunakan untuk menambah tenaga kerja, sehingga akan menaikkan upah dan akan mengurangi tingkat pengangguran. Tingkat surplus value akan mengalami penurunan sebagai akibat dari naiknya upah, begitu juga tingkat laba juga akan turun. Para kapitalis akan bereaksi dengan mengganti tenaga kerja manusia dengan mesin dengan menambah organic composition of capital. Jika tingkat surplus value dipertahankan untuk tidak berubah maka kenaikan pada organic composition of capital akan mendorong tingkat keuntungan pada level yang lebih rendah.
3.    Krisis Bisnis
Pada konteks krisis bisnis (depresi), Karl Marx berpendapat bahwa adanya perubahan orientasi atau tujuan dari proses produksi dari tujuan nilai guna pada zaman ekonomi barter berubah menjadi tujuan nilai tukar dan keuntungan saat dibawah kapitalisme, menyebabkan terjadinya fluktuasi ekonomi. Pada ekonomi barter, produse hanya menghasilkan barang untuk dikonsumsi sendiri atau ditukar dengan komoditi yang lain, sehingga pada saat ekonomi barter ini tidak pernah terjadi over produksi. Sedangkan ketika tujuan produksi berubah menjadi nilai tukar dan keuntungan maka terjadinya over produksi pada suatu perekonomian akan mungkin terjadi. Over produksi itu sendiri akan berdampak pada menurunnya tingkat keuntungan. Perubahan tingkat keuntungan tersebut akan berdampak pada pengeluaran untuk infestasi. Volatility dari pengeluaran infestasi inilah yang menurut pendapat Karl Mark merupakan penyebab umum dari fluktuasi pada keseluruhan aktifitas ekonomi. menghasilkan siklus bisnis, hal ini Karl Marx bercermin pada pertumbuhan dramatic pada industry tekstil di Inggris dengan mekanisme sebagai berikut. Adanya ledakan pada teknologi akan menyebabkan peningkatan akumulasi dari modal dan permintaan pada tenaga kerja. Jumlah pengangguran akan berkurang, tingkat upah akan naik, surplus value akan berkurang, dan tingkat surplus value akan berkurangdan akhirnya akan mengurangi tingkat keuntungan.[14]
Penurunan tingkat keuntungan akan menyebabkan penurunan akumulasi modal dan akan menyebabkan depresi. Namun menurut Karl Marx depresi ini mempunyai elemen yang akhirnya, cepat atau lambat akan menyebabkan ekspansi yang baru pada kegiatan ekonomi. Teori klasikmelihat bahwaadanya pasar di harapkan dapat memecahkan masalah alokasi sumber daya yang ada, hal ini akan menciptakan suatu kondisi keseimbangan dalam jangka panjang.[15]
4.      Jatuhnya nilai profit dan krisis bisnis
Dalam model Karl Marxian sebuah ekonomi klasik dengan jelas bergantung pada kapitalis itu sendiri yang berupaya untuk mengubah jumlah atau nilai profit dan mengubah ekspetasi profit dalam kaitannya dengan krisis bisnis. Karl Marx memakai hukumnya itu untuk menjelaskan fluktusi dalam jangka pendek dalam aktifitas ekonomi. Untuk memperoleh profit yang besar, aliran kapitalis menambah komposisi modal an ternyata hal itu justru menurunkan profit. Kaum kapitalis secara periodik akan berusaha menanggulangi jatuhnya nilai profit dengan mengurangi infestasi secara berlebih yang dapat menyebabkan aktifitas ekonomi mengalami fluktuasi yang nantinya bias menyebabkan krisis.
Karl Marx mengatakan bahwa fakor yang menyebabkan fluktuasi dalam aktifitas bisnis, yaitu: jatuhnya nilai profit, faktor teknologi baru yang tidak sama, dan tidak proporsionalnya pengembangan dalam suatu sektor ekonomi yang nantinya dapat menyebabkan penurunan dalam level kegiatan ekonomi. Fluktuasi menurutnya terjadi dalam suatu system karena pada dasarnya kebanyakan dari aktifitas kapitalis cenderung ingin mencari jumlah profit sebanyak mungkin.
Adapun teori Karl Marx tentang krisis bisnis mungkin banyak terdapat kekurangan secara internal, tidak diragukan lagi bahwa pandangannya tentang kapitalis secara mendasar belum stabil. Meskipun begitu, visi dari Karl Marx tentang teori kapitalis ini secara lebih lanjut tidak mendapat sambutan oleh teori orthodox sampai tahun 1930.[16]
5.      Konsentrasi modal
Meskipun model Karl Marx memberi asumsi mengenai adanya pasar persaingan sempurna dengan jumlah yang besar untuk perusahan-perusahan kecil dalam tiap-tiap industri, namun karena ketatnya persaingan maka akan mengarah pada jatuhnya industri-industri kecil sehingga akan mengurangi persaingan.
Untuk mengurangi adanya persaingan salah satunya dengan peusatan modal. Pemusatan modal ini terjadi melalui sebuah redistribusi pada modal. Karl Marx menujukan bahwa perusahaan yang besar lebih bias mencapai skala ekonomi yang lebih baik ketimbang perusahaan yang kecil, hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar itu dapat memproduksi dengan biaya yang rendah. Persaingan diantara perusahaan yang besar dan yang kecil menghasilkan pertumbuhan monopoli. Penambahan modal secara lebih jauh dengan mengembangkan sistem kredit dan kerja sama dalam bentuk organisasi bisnis.
6.      Bertambahnya kesengsaraan kaum proletar
Kontradiksi kapitalisme menurut Marx menyebabkan bertambahnya tingkat kesengsaraan pada kaum proletar. Bertambahnya kesengsaraan secara absolut menunjukkan pendapatan dari masyarakat secara global menurun dalam sistem kapitalis dan juga menunjukan bahwa bagian pendapatan nasional mereka menjadi turun di kemudian hari. Hingga pada akhirnya Marx berasumsikan secara konsisten bahwa hal yang harus dilakukan untuk menghilangkan kesengsaraan, yakni dengan lebih memperhatikan pada kualitas hidup mereka.[17]













Daftar pustaka

Drucker, Peter, Management: Tasks, Responsibilities, and Practices, (New York: Truman Talley Books, 1993)
Magnis Suseno , Franz , Kota dan Kerja, (Jakarta: Rangkaian Studium Generale, 2009)
McLellan, David, Karl Marx: His Life and Thought, (New York: Harper Colophon, 1973)
Oakley, Allen, Marx's Critique of Political Economy: 1844 to 1860, (Routledge, N.p.;1984)





[1] Peter Drucker, Management: Tasks, Responsibilities, and Practices, (New York: Truman Talley Books, 1993), h.130.
[2]Frans  Magnis Suseno , Kota dan Kerja, (Jakarta: Rangkaian Studium Generale, 2009), h. 4.
[3]  Frans Magnis Suseno, Kota dan Kerja, h.5.
[4] Awaluddin, “Teori-Teori Kritis G.W.S Hegel”, www.teori-teorikritis.blogspot.com ,diakses pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.21.22.
[5] http://mediaarqom.blogspot.com , “Manusia dan Pekerjaan”, diakses pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.21.56.
[6] http://filsafat.kompasiana.com.   “Manusia dan pekerjaannya” , diakses pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.21.56.
[7] Awaluddin, “Teori-Teori Kritis G.W.S Hegel”, www.teori-teorikritis.blogspot.com.
[8] Awaluddin, “Teori-Teori Kritis G.W.S Hegel”, www.teori-teorikritis.blogspot.com.
[9] Allen Oakley, Marx's Critique of Political Economy: 1844 to 1860, (Routledge, N.p.;1984), h. 51.
[10] David McLellan, Karl Marx: His Life and Thought, (New York: Harper Colophon, 1973), h. 34-65.
[11] Frans Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx:Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme (Jakarta: Gramedia, 1999), h. 61-63.
[12] Hobir Sholeh,” Pemikiran Ekonomi Karl Marx”,  http://hobirsoleh.wordpress.com,  diakses pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.23.06.
[13] Hobir Sholeh, “Pemikiran Ekonomi Karl Marx”,  http://hobirsoleh.wordpress.com, 
[14] David Ricardo, “Paham Ekonomi Klasik Marisme”, http://rimaru.web.id, di akses pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.23.25.
[15] http://filsafat.kompasiana.com, karl marx dengan segala pemikirannya”, diakses pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.23.18.
[16] David Ricardo, “Paham Ekonomi Klasik Marisme”, http://rimaru.web.id,
[17] http://filsafat.kompasiana.com, Karl Marx dengan segala pemikirannya”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar