A.
PENDAHULUAN
Kehidupan
manusia tidak lepas dari pekerjaan. Bahkan seringkali pekerjaan dianggap
sebagai hal yang paling sentral dalam kehidupan manusia. Pada titik ini pekerjaan
dianggap atau dipandang sebagai hal yang paling sentral dalam kehidupan manusia
yang berhubungan bukan saja dengan kelangsungan hidup manusia namun juga masa
depan manusia dan sebagai jawaban perkara hidup-matinya manusia.
Bekerja sangat penting bagi manusia. Dengan pekerjaan manusia akan lebih manusiawi. Dan salah satu yang
membedakan manusia dengan hewan adalah kerja. Ini sangat membedakan dengan
hewan, hewan melakukan sesuatu karena nalurinya. Perhatian para filosof terhadap ini sangat minim. Perkembangan filsafat
kerja sendiri baru berkembang pada masa Hegel dan Karl Marx.
B.
FILSAFAT DAN
KERJA
Kerja
adalah bagian sentral di dalam kehidupan manusia. Dengan pikiran dan tubuhnya,
manusia mengorganisir pekerjaan, membuat benda-benda yang dapat membantu
pekerjaannya tersebut, dan menentukan tujuan akhir dari kerjanya. Di dalam
Kitab Suci Yahudi yang sudah berusia sangat tua diceritakan bagaimana kerja
merupakan hukuman Tuhan kepada manusia, karena ia tidak patuh pada
perintah-nya. Sekitar 2600 tahun yang di Yunani, Hesiodotus menulis sebuah
puisi tentang kerja yang berjudul Work and Days.[1] Di
dalamnya ia berpendapat, bahwa kerja adalah isi utama dari kehidupan manusia.
Di dalam
salah satu tulisannya, Franz Magnis Suseno pernah berpendapat, bahwa refleksi
filsafat tentang kerja dapat ditemukan sejak 2400 tahun yang lalu. Walaupun
pada masa itu, kerja dipandang sebagai sesuatu yang rendah.[2] Warga
bangsawan tidak perlu bekerja. Mereka mendapatkan harta dari status mereka.
Bahkan dapat dikatakan bahwa pada masa itu, manusia yang sesungguhnya tidak
perlu bekerja. Ia hanya perlu berpikir dan menulis di level teoritis. Semua
pekerjaan fisik diserahkan pada budak. Budak tidak dianggap sebagai manusia
seutuhnya. Pada abad ke 17 dan 18,
refleksi filsafat tentang kerja mulai berubah arah. Salah seorang filsuf
Inggris yang bernama John Locke pernah berpendapat, bahwa pekerjaan merupakan
sumber untuk memperoleh hak miliki pribadi. Hegel, filsuf Jerman, juga
berpendapat bahwa pekerjaan membawa manusia menemukan dan mengaktualisasikan
dirinya. Karl Marx, murid Hegel, berpendapat bahwa pekerjaan merupakan sarana
manusia untuk menciptakan diri. Dengan bekerja orang mendapatkan pengakuan.[3] Secara
singkat Magnis Suseno menegaskan, bahwa ada tiga fungsi kerja, yakni fungsi
reproduksi material, integrasi sosial, dan pengembangan diri. Yang
pertama dengan bekerja, manusia bisa memenuhi kebutuhannya. Yang
kedua dengan bekerja, manusia mendapatkan status di masyarakat. Ia
dipandang sebagai warga yang bermanfaat. Dan yang ketiga dengan bekerja, manusia
mampu secara kreatif menciptakan dan mengembangkan dirinya.
C. HEGEL
DAN PEMIKIRANNYA
Hegel lahir
di Stutgart pada
1770 dari keluarga keleas menengah atas, dan mendapat pendidikan klasik, sastra
dan teologi di Tubingen, Hegel muda pernah bekerja sebagai tutor les bagi
keluarga kaya Swiss di Berne (1793-1796), sebelum ia pindah ke Frankfrut pada
1979. Karier akademisnya melejit cepat hingga ke jalur Profesor di University
of Jena pada 1805. Di situ, bersama temannya Friedrich Schelling, Hegel
meluncurkan Critical Journal of Philosophy. Karya Hegel yang kala itu
yang biasa di sebut “Jena Writinngs”, memberi pertanda banyak bagi
argumen karya besarnya Philosophy of Right (1821). Pada 1818, Hegel
menjadi guru besar Filsafat di University of Berlin, dimana ia tinggal samapi
kematiannya pada 1831 beberapa bulan setelah ia di beri medali oleh Friedrich
Wilhelm III dari Pursia.[4]
Menurut pandangan Hegel manusia tau
akan dirinya apabila dia menyadari sepenuhnya. Dengan menemukan diri manusia
akan semakin nyata akan dirinya dan eksistensinya obyektif. Disini pekerjaan
menjadi fungsi penting untuk mengetahui dirinya. Menurut
Hegel manusia sebagai makhluk yang mencapai realitasnya apabila ia
mengobyektifkan diri dan itu berarti ia dapat memandang dan memahami diri
sendiri maupun secara sosial. Pekerjaan itu tindakan yang merealisasikann atau
menyatakan manusia, karena didalamnya manusia melahirkan didalamnya hanya
secara potensial ada padanya kedalam kenyataan obyektif sehingga ia dan orang
lain dapat memandang dan memahami dirinya.[5] Menurut
pandangan Hegel pekerjaan membawa manusia menemukan dan
mengaktualisasikan dirinya.
Disini pekerjaan menjadi fungsi penting untuk mengetahui dirinya.[6]
Tujuan
menyeluruh Hegel adalah menunjukan sifat sosial mendalam dari individu modern
yang bisa “at-home-in-the-world” (merasa nyaman hidup di dunia).
Ilustrasi lanjutannya pemikiran Hegel tentang pemikiran kritis Hubungan Internasional
kontemporer dapat dilihat dalam kontek pemahaman Helegian tentang masyarakat
sipil dan pembangkitan sistemik atas kekayaan dan kemiskinan. Tidak seperti
bacaan liberal tentang kebaikan “free-market” (pasar bebas) kapitalis,
konseptualisasi Hegel tentang masyarakat sipil adalah sebagai wilayah “egoisme
universal”. Disini, menurut Hegel, masing-masing orang mencari kepentingan
sendiri melalui pertukaran dalam pasar. Sistem ini memberikan penyangkalan yang
kuat bagi pemahaman ekonomistik atas pasar. Partisipasi dalam pembagian sosial
atas tenaga kerja, dan pemaknaan yang terbentuk secara sosial serta kebutuhan
yang di wadahi dalam produksi dan komunikasi, bagi Hegel, adalah intrinsik bagi
realisasi diri dan nilai sosial. Namun demikian, karena hubungan pertukaran
kapitalis membuat hubungan tergantung pada pertukaran (tenaga di tukar upah),
maka kegagalan dalam pertukaran itu berarti pasar bisa menghasilkan kekayaan
sekaligus kemiskinan, sehingga perlu peran negara dalam menciptakan lingkungan
yang memfasilitasi hubungan yang optimal. Lebih tajam lagi, konsep
nonekonomistik sangat mendalam Hegel tentang kemiskinan bukan suatu kondisi
“kurangnya” (pendapatan, pekerjaan, teknologi, atau pendidikan yang menjadi
jangkar bagi wacana modernisasi neokolonial tenntang “pembangunan” di berbagai
bagian dunia sebagai perwujudan dari “kekurangan”), mendesak sikap kritis lebih
radikal untuk menekankan kembali tidak hanya apa yang di sebut Adam Smith
sebagai “Boundary Question” atau pertanyaan batas (antara Negara dan
Pasar), tetapi juga pada problem lebih rumit berupaya memikirkan kembali
“batas-batas” tentang masyarakat sipil.[7]
Akhirnya,
“dialektika tuan/budak” dari The Phenmenology of Spirit, tak di ragukan
lagi, menjadi kontribusi paling terkenal Hegel bagi wacana kritis yang terkait
reasionalitas mendalam dan ko-konstruksi bagi self, menawarkan sumber
paling kuat bagi Hubungan Internasional kontemporer yang kritis. Bagi Hegel,
kebebasan mensyaratkan perpindahan dari berbagai bentuk (lebih rendah) dari
kesadaran (secara keseluruhan eksternal / objektif atau secara keseluruhan
subjektif/internal) menuju tahap lebih tinggi dari self-consciousness atau
kesadaran diri. Perpindahan ini hanya mungkin melalui dialektika saling
pengakuan; pengakuan atas self yang di berikan oleh other, yang
pada gilirannya di akui sebagai self (other) yang berbeda.
Kekuatan dari formulasi ini mendapat perimbangan atas aspek-aspek
fenomenologis dalam konteks perbudakan. Dalam Bab 4 tentang “On Lordship and
Bondage” dari buku The Phenomenology of Spirit, Hegel menelusuri
penjungkirbalikan hubungan feodal antara “Lord” (tuan) dan “Boundage”
(hamba), saat orang yang “dihambakan” pada tuan berarti realisasi
yang lambat atas harga diri: dalam mengubah bahan mentah menjadi
objek-objek yang bisa di gunakan tuannya melalui pengeluaran energi dan
tenaga kerja, para hamba itu “menyerahkan dirinya” sebagai sosok independen;
sementara “sang tuan” yang sangat tergantung pada tenaga si hamba, ternyata
mengajukan cangkang kosong atas klaimnya sebagai penguasa. Kebutuhan atas
seseorang “self” terhadap pihak lain “other” dibuat sangat jelas,
lebih-lebih karena narasi sejarah purposif Hegel sebagai aktaualisasi kebebasan
bergantung kepada kesadaran diri duflikatif negatif ini. Namun demikian, dalam
konteks sejarah dunia, itu mendasari pembenaran kuat bagi perjuangan anti
kolonial oleh kaum yang terpinggirkan, tersingkirkan, dan tak terwakili dalam
hubungan internasional. Hal itu juga memungkinkan pembacaan kritis atas klaim
kososng tentang penguasaan yang hanya di dasarkan pada akumulasi kekayaan dalam
dunia yang semakin tidak merata ini.[8]
D. KARL
MARX
Karl
Marx adalah seseorang yang lahir dari keluarga progresif Yahudi. Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, walaupun begitu ayahnya cenderung menjadi deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan
beralih ke agama resmi
Prusia, Protestan aliran Lutheran yang
relatif liberal untuk
menjadi pengacara. [9] Pada
tahun 1849 Marx pindah ke London, dan
karena kegagalan revolusi politiknya pada
tahun 1848, ia mulai menarik diri dari aktivitas revolusioner lalu beralih ke penelitian yang
lebih serius dan terperinci tentang bekerjanya sistem kapitalis. Pada tahun 1864 Marx terlibat dalam
aktivitas politik dengan bergabung dengan gerakan pekerja
Internasional. Ia segera mengemukan dalam gerakan ini dan menghabiskan selama
beberapa tahun di dalamnya. Namun disintegrasi yang terjadi di dalam gerakan
ini pada tahun 1876, gagalnya sejumlah gerakan revolusioner, dan penyakit yang
dideritanya menandai akhir karier Marx. Istrinya meninggal pada tahun 1881,
anak perempuannya tahun 1882, dan Marx sendiri meninggal pada tanggal 14 Maret 1883. [10]
Karl Marx
menawarkan filsafat Materialisme. Yakni materi sajalah menurut Marx yang nyata.
Di dalam hidup kemasyarakatan satu-satunya yang nyata adalah masyarakat yang
bekerja. Menurut Marx manusia bekerja, maka dia ada (hidup). Ia membagi
masyarakat menjadi dua kelas; yaitu kelas buruhdan kelas borjuis. Gagasan utama
Karl Marx adalah memperjuangkan emansipasi kaum buruh, yakni membela kaum
proletar tersebut untuk mencapai kesetaraan dengan kaum borju.
Marx
menjelaskan, masyarakat yang asli tidak mengenal pertengatangan kelas. Adanya
kelas-kelas di masyarakat disebabkan karena pengkhususan pekerjaan dan karena
timbulnya gagasan tentang milik pribadi. Hal ini menyebabkan adanya kelas
pemilik (kaum kapitasl) dan kelas yang tanpa milik (kaum proletar), yang saling
bertentangan. Jurang di antar yang kaya dan yang miskin di antara kaum
kapitalis dan kaum proletar makin melebar. Maka tidak dapat dielakkan lagi timbullah
krisis yang hebat. Sebab penawaran barang-barang di pasar makin bertambah,
karena produksi makin berlimpah-limpah, akan tetapi daya beli tidak ada.
Masyarakat yang demikian akan runtuh. Maka inilah waktunya kaum proletar
bersatu merebut kekuasaan dengan suatu revolusi, suatu masyarakat yang tanpa
kelas.[11]
Karl Marx
beserta teman dekatnya, yakni Friedrich Engles (1820-1895) menuliskan sebuah
buku “Das Kapital”, yang isinya kurang lebih tentang bagaimana ekonomi sosial
atau komunis diorganisasikan. Yang kemudian disusul buku The Communist
Manifesto (1848) yang berisikan daftar singkat karakter alamiah komunis.
Prinsip-prinsip komunis modern dalam bukunya tersebut antara lain :[12]
·
pengahapusan kekayaan tanah dan menerapkan sewa
tanah bagi tujuan-tujuan publik.
·
pengenaan pajak pendapat (tax income) yang
bertingkat.
·
pengapusan seluruh hak-hak warisan.
·
penarikan kekayaan seluruh emigran dan para
penjahat atau pemberontak.
·
Sentralisasi kredit pada negara melalui bank
nasional dengan modal negara dan monopoli yang bersifat eksklusif.
·
Sentralisasi alat-alat komunikasi, dan
transportasi di tangan negara.
·
Perluasan pabrik dan alat-alat produksi yang
dimilki oleh negara, menggarap tanah yang tanah, dan meningkatkan guna tanah
yang sesuai dengan perencanaan umum.
Karl Marx
percaya dalam kapitalisme, terjadi keterasingan manusia dari dirinya sendiri.
Kekayaan pribadi dan pasar menurutnya tidak memberikan nilai dan arti pada
semua yang mereka rasakan sehingga mengasingkan manusia, manusia dari diri
mereka sendiri. Hasil keberadaan pasar, khususnya pasar tenaga kerja menjauhkan
kemampuan manusia untuk memperoleh kebahagiaan sejati, karena dia menjauhkan
cinta dan persahabatan. Dia berpendepat bahwa dalam ekonomi klasik, menerima
pasar tanpa memperhatikan kekayaan pribadi, dan pengaruh kebradaan pasar pada
manusia. Sehingga sangat penting untuk mengetahui hubungan antara kekayaan
pribadi, ketamakan, pemisahan buruh, modal dan kekayaan tanah, antara
pertukaran dengan kompetisi, nilai dan devaluasi manusia, monopoli dan kompetisi
dan lain-lain. Hasil dari teori historis
Karl Marx pada masyarakat antara lain :
·
masyarakat feudalisme, dimana faktor-faktor produksi
berupa tanah pertanian dikuasai oleh tuan-tuan tanah.
·
Pada masa kapitalisme hubunganantara kekuatan dan
relasi prodksi akan berlangsung, namun karena terjadi peningkatan output dan
kegiatan ekonomi, sebagaimana feudalisme juga mengandung benih kehancurannya,
maka kapitalismepun akan hancur dan digantikan dengan masyarakat sosialisme.
·
Masa sosialisme dimana relasi produksi mengikuti
kapitalisme masih mengandung sisa-sisa kapitalisme.
·
Pada masa komunisme, manusia tidak didorong untuk
bekerja dengan intensif uang atau materi.
Menurut Karl Marx dalam komoditas dan kelas dapat dibagi menjadi dua kelas,
yaitu:
·
kaum kapitalis (borjuis) yang memiliki alat-alat
produksi.
·
Kaum buruh (proletar) yang tidak memiliki alat-alat
produksi, ruang kerja, maupun bahan-bahan produksi.
Kritik karl marx ini tertuang pada
hukum Karl Marx tentang kapitalisme, yang berisi tentang[13]
:
1.
Surplus pengangguran
Pada konsep
tentang surplus pengangguran ini, Karl Marx berpendapat bahwa selalu terjadi
kelebihan penawaran tenaga kerja yang berdampak pada penekanan tingkat upah
sehingga menjadi surplus value dan keuntungan tetap bernilai positif. Karl Marx
melihat ada 2 faktor penyebab terjadinya surplus tenaga kerja ini. Pertama,
yaitu Direct Recruitment yang terjadi akibat penggantian tenaga kerja
manusia oleh mesin-mesin produksi. Kedua, Indirect Recruitment yang
terjadi akibat adanya anggota baru tenaga kerja yang memasuki pasar tenaga
kerja.
2.
Penurunan tingkat keuntungan
Dalam model Karl Marx dirumuskan bahwa tingkat keuntungan (P) mempunyai
hubungan positif dengan tingkat surplus Value (S’) dan mempunyai hubungan
negative dengan organic komposition of capita (Q).
P=S’(1-Q)
Dengan asumsi bahwa surpus value
dipertahankan untuk tidak berubah. Setiap kenaikan dalam organic composition of
capital akan menghasilkan penurunan pada tingkat keuntungan, melalui mekanisme
sebagai berikut. Menurut Karl Marx ada pengaruh yang kuat para kapitalis untuk
menghimpun modal. Penghimpunan modal ini berarti bahwa aka nada lebih banya
fariabel modal yang digunakan untuk menambah tenaga kerja, sehingga akan
menaikkan upah dan akan mengurangi tingkat pengangguran. Tingkat surplus value
akan mengalami penurunan sebagai akibat dari naiknya upah, begitu juga tingkat
laba juga akan turun. Para kapitalis akan bereaksi dengan mengganti tenaga
kerja manusia dengan mesin dengan menambah organic composition of capital. Jika
tingkat surplus value dipertahankan untuk tidak berubah maka kenaikan pada
organic composition of capital akan mendorong tingkat keuntungan pada level
yang lebih rendah.
3.
Krisis Bisnis
Pada konteks krisis bisnis (depresi), Karl Marx berpendapat bahwa adanya
perubahan orientasi atau tujuan dari proses produksi dari tujuan nilai guna
pada zaman ekonomi barter berubah menjadi tujuan nilai tukar dan keuntungan
saat dibawah kapitalisme, menyebabkan terjadinya fluktuasi ekonomi. Pada
ekonomi barter, produse hanya menghasilkan barang untuk dikonsumsi sendiri atau
ditukar dengan komoditi yang lain, sehingga pada saat ekonomi barter ini tidak
pernah terjadi over produksi. Sedangkan ketika tujuan produksi berubah menjadi
nilai tukar dan keuntungan maka terjadinya over produksi pada suatu
perekonomian akan mungkin terjadi. Over produksi itu sendiri akan berdampak
pada menurunnya tingkat keuntungan. Perubahan tingkat keuntungan tersebut akan
berdampak pada pengeluaran untuk infestasi. Volatility dari pengeluaran
infestasi inilah yang menurut pendapat Karl Mark merupakan penyebab umum dari
fluktuasi pada keseluruhan aktifitas ekonomi. menghasilkan siklus bisnis, hal
ini Karl Marx bercermin pada pertumbuhan dramatic pada industry tekstil di
Inggris dengan mekanisme sebagai berikut. Adanya ledakan pada teknologi akan
menyebabkan peningkatan akumulasi dari modal dan permintaan pada tenaga kerja.
Jumlah pengangguran akan berkurang, tingkat upah akan naik, surplus value akan
berkurang, dan tingkat surplus value akan berkurangdan akhirnya akan mengurangi
tingkat keuntungan.[14]
Penurunan tingkat keuntungan akan menyebabkan penurunan akumulasi modal dan
akan menyebabkan depresi. Namun menurut Karl Marx depresi ini mempunyai elemen
yang akhirnya, cepat atau lambat akan menyebabkan ekspansi yang baru pada
kegiatan ekonomi. Teori klasikmelihat bahwaadanya pasar di harapkan dapat
memecahkan masalah alokasi sumber daya yang ada, hal ini akan menciptakan suatu
kondisi keseimbangan dalam jangka panjang.[15]
4.
Jatuhnya nilai profit dan krisis bisnis
Dalam model Karl Marxian sebuah ekonomi klasik dengan jelas bergantung pada
kapitalis itu sendiri yang berupaya untuk mengubah jumlah atau nilai profit dan
mengubah ekspetasi profit dalam kaitannya dengan krisis bisnis. Karl Marx
memakai hukumnya itu untuk menjelaskan fluktusi dalam jangka pendek dalam
aktifitas ekonomi. Untuk memperoleh profit yang besar, aliran kapitalis
menambah komposisi modal an ternyata hal itu justru menurunkan profit. Kaum
kapitalis secara periodik akan berusaha menanggulangi jatuhnya nilai profit
dengan mengurangi infestasi secara berlebih yang dapat menyebabkan aktifitas
ekonomi mengalami fluktuasi yang nantinya bias menyebabkan krisis.
Karl Marx mengatakan bahwa fakor yang menyebabkan fluktuasi dalam aktifitas
bisnis, yaitu: jatuhnya nilai profit, faktor teknologi baru yang tidak sama,
dan tidak proporsionalnya pengembangan dalam suatu sektor ekonomi yang nantinya
dapat menyebabkan penurunan dalam level kegiatan ekonomi. Fluktuasi menurutnya
terjadi dalam suatu system karena pada dasarnya kebanyakan dari aktifitas
kapitalis cenderung ingin mencari jumlah profit sebanyak mungkin.
Adapun teori Karl Marx tentang krisis bisnis mungkin banyak terdapat
kekurangan secara internal, tidak diragukan lagi bahwa pandangannya tentang
kapitalis secara mendasar belum stabil. Meskipun begitu, visi dari Karl Marx tentang
teori kapitalis ini secara lebih lanjut tidak mendapat sambutan oleh teori
orthodox sampai tahun 1930.[16]
5.
Konsentrasi modal
Meskipun model Karl Marx memberi asumsi mengenai adanya pasar persaingan
sempurna dengan jumlah yang besar untuk perusahan-perusahan kecil dalam
tiap-tiap industri, namun karena ketatnya persaingan maka akan mengarah pada
jatuhnya industri-industri kecil sehingga akan mengurangi persaingan.
Untuk mengurangi adanya persaingan salah satunya
dengan peusatan modal. Pemusatan modal ini terjadi melalui sebuah redistribusi
pada modal. Karl Marx menujukan bahwa perusahaan yang besar lebih bias mencapai
skala ekonomi yang lebih baik ketimbang perusahaan yang kecil, hal ini disebabkan
karena perusahaan yang besar itu dapat memproduksi dengan biaya yang rendah.
Persaingan diantara perusahaan yang besar dan yang kecil menghasilkan
pertumbuhan monopoli. Penambahan modal secara lebih jauh dengan mengembangkan
sistem kredit dan kerja sama dalam bentuk organisasi bisnis.
6.
Bertambahnya kesengsaraan kaum proletar
Kontradiksi kapitalisme menurut Marx menyebabkan bertambahnya tingkat
kesengsaraan pada kaum proletar. Bertambahnya kesengsaraan secara absolut
menunjukkan pendapatan dari masyarakat secara global menurun dalam sistem
kapitalis dan juga menunjukan bahwa bagian pendapatan nasional mereka menjadi
turun di kemudian hari. Hingga pada akhirnya Marx berasumsikan secara konsisten
bahwa hal yang harus dilakukan untuk menghilangkan kesengsaraan, yakni dengan
lebih memperhatikan pada kualitas hidup mereka.[17]
Daftar pustaka
Drucker, Peter, Management: Tasks,
Responsibilities, and Practices, (New York: Truman Talley Books, 1993)
Magnis Suseno , Franz , Kota dan Kerja,
(Jakarta: Rangkaian Studium Generale, 2009)
McLellan,
David, Karl Marx: His Life and Thought, (New York: Harper Colophon,
1973)
[1] Peter Drucker, Management: Tasks, Responsibilities, and Practices, (New
York: Truman Talley Books, 1993), h.130.
[4] Awaluddin, “Teori-Teori Kritis G.W.S Hegel”, www.teori-teorikritis.blogspot.com ,diakses pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.21.22.
[5] http://mediaarqom.blogspot.com , “Manusia dan Pekerjaan”, diakses
pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.21.56.
[6] http://filsafat.kompasiana.com. “Manusia dan pekerjaannya” , diakses pada hari Senin, 17 Maret
2014, pkl.21.56.
[9] Allen Oakley, Marx's Critique of Political Economy: 1844 to 1860, (Routledge, N.p.;1984), h.
51.
[10] David McLellan, Karl
Marx: His Life and Thought, (New York: Harper Colophon, 1973), h. 34-65.
[11] Frans Magnis Suseno, Pemikiran
Karl Marx:Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme
(Jakarta: Gramedia, 1999), h. 61-63.
[12] Hobir Sholeh,”
Pemikiran Ekonomi Karl Marx”, http://hobirsoleh.wordpress.com, diakses
pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.23.06.
[14] David Ricardo, “Paham Ekonomi Klasik Marisme”, http://rimaru.web.id, di akses pada hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.23.25.
[15] http://filsafat.kompasiana.com,“ karl marx dengan segala pemikirannya”, diakses pada
hari Senin, 17 Maret 2014, pkl.23.18.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar