Filsafat
taoisme- Lao tzu
Disusun Guna Memenuhi Tugas Presentase Kelompok Pada Mata Kuliah Filsafat
Cina
Oleh :
Siti Ikhwanul Muthmainnah P
Gini AbdusSalam
Abi Akbar Atma

PROGRAM STUDY AKIDAH DAN FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013
A.
Sejarah
Hidup
Lao Tzu hidup pada tahun 640 SM.
Nama aslinya adalah Li Erh dan Lao Tzu, sedangkan nama dewasanya adalah Dewata,
Lau Chun, Th'ai Shang Lau Chun, atau Th'ai Shang Hsuan Yuan Huang Ti. Nama
Lao Tzu secara harfiah mengandung pengertian “Empu Tua”. Sumber utama
tentang biografi Lao Tzu terdapat dalam Shih Chi atau “Record Of The
Historian” (Catatan-catatan Historis) Karya Su Ma Chien, sejarawan
yang menulis pada tahun 100 SM. Dia berkata bahwa Lao Tzu adalah keturunan
keluarha Li sekaligus penduduk asli Chu Jen, sebuah desa di
distrik Hu, negri Chu yang sekarang berubah namanya menjadi Lu
Yi di bagian timur provinsi Honan. Umur Lao Tzu diperkirakan
mencapai 150 tahun, namun ada beberapa orang yang mengatakan umurnya mencapai
200 tahun lebih.
Pada masa-masa muda Lao Tzu pernah
bertugas sebagai seorang pegawai di sebuah kantor penyimpanan dokumen-dokumen
dan surat-surat kuno dan bersejarah kerajaan (Perpustakaan) pada masa Dinasti
Chou (1111-255 SM). Ketika menginjak masa pensiunnya Lao Tzu mempraktekkan
prinsip hidup yang jauh akan hawa nafsu dengan pergi menghindar dari kehidupan
dunia dan bermukim disebuah hutan yang sekarang ini dikenal dengan ajaran Tao. Ia
berpendapat bahwa manusia harus menemukan kebahagiaannya masing-masing bukan
kesuksesan, hal ini hanya dapat di raih dengan menjalankan prinsip Tao yaitu
memisahkan diri dari keramaian serta menekankan prinsip Wu-Wei yaitu
kesederhanaan, penuh kedamaian, ketenangan batin dan kemurnian pikiran atau
budi.[1]
Di akhir perjalanan hidupnya Lao Tzu dikabarkan pergi kearah Barat, Tibet. Dalam perjalanannya dia bertemu dengan seorang penjaga gerbang negri Tibet di lembah Hanoko yang bernama Yin Shi, Lao Tzu bermaksud meninggalkan negrinya sendiri, namun penjaga itu melarangnya karena penjaga gerbang itu merasa bahwa Lao Tzu adalah tokoh yang luarbiasa. Singkat cerita penjaga gerbang memperbolehkan Lao Tzu untuk meninggalkan negrinya tetapi dengan satu syarat yaitu “Harus Meninggalkan Suatu Ajaran Yang Dapat Bermanfaat Untuk Masyarakat Negrinya”. Akhirnya Lao Tzu sepakat dan bermalam selama 3 hari dilembah itu dan menuangkan buah pikirannya kedalam bentuk tulisan yang saat ini dikenal dengan nama Tao Te Ching.
Di akhir perjalanan hidupnya Lao Tzu dikabarkan pergi kearah Barat, Tibet. Dalam perjalanannya dia bertemu dengan seorang penjaga gerbang negri Tibet di lembah Hanoko yang bernama Yin Shi, Lao Tzu bermaksud meninggalkan negrinya sendiri, namun penjaga itu melarangnya karena penjaga gerbang itu merasa bahwa Lao Tzu adalah tokoh yang luarbiasa. Singkat cerita penjaga gerbang memperbolehkan Lao Tzu untuk meninggalkan negrinya tetapi dengan satu syarat yaitu “Harus Meninggalkan Suatu Ajaran Yang Dapat Bermanfaat Untuk Masyarakat Negrinya”. Akhirnya Lao Tzu sepakat dan bermalam selama 3 hari dilembah itu dan menuangkan buah pikirannya kedalam bentuk tulisan yang saat ini dikenal dengan nama Tao Te Ching.
Menurut
tradisi Cina, Tao berasal dari seorang yang bernama Lau Tzu, yang lain menyebut
dengan Lau Tse dan Lau Zi, yang diperkirakan lahir pada 640 SM di negara Chu
(propinsi Honan).[2]
Perkiraan
kepribadianya didasarkan pada sebuah buku yang dianggap ditulisnya, yang
mengisyaratkan sebagi seorang pertapa yang hanyut dalam meditasi okultis. Buku
mengenai kisah hidupnya diduga ditulis oleh SimaQian yang hidup awal SM, yaitu
‘Shi Ji’.[3]
Di
antara yang mengakuinya sebagai Tuhan adalah Kelompok Topi Kuning (yellowturbans).
Oleh mereka yang menganggapnya sebagai Tuhan, Lao dipercayai dapat menurunkan
wahyu. Nama Tao sendiri diambil dari “Tao Te Ching”, yang artinya “Jalan dan
Kekuatan
B.
Lao Tzu
sebagai tokoh dan Lao-tzu sebagai buku.
Lao
Tzu (yang nama keluarganya dikatakan adalah Li, dan nama pribadinya adalh Tan),
dan yang lain berkenaan dengan munculnya buku itu sendiri. tidak perlu ada
kaitan diantara dua hal tersebut, karena sangat mungkin bahwa benar-benar ada
seorang tokoh yang hidup yang dikenal sebagai Lao Tan yang berusia lebih Tua
daripada Confucius, tetapi bahwa buku yang berjudul Lao-tzu merupakan hasil
karya yang muncul dikemudian hari. Pandangan inilah yang kebanyakan dianut, dan
tidak perlu bertentangan dengan catatan-catatan tradisi tentang Lao Tzu sebagai
tokoh, karena dalam catatan-catatan ini tidk terdapat pernyataan bahwa sang
tokoh, bernama Lao Tzu, benar-benar, menulis buku yang judulnya menggunakan
namanya sendiri. karena itulah saya bersedia menerima kisah-kisah tradisional
berkenaan dengan Lao Tzu sebagai tokoh, sekaligus menempatkan buku yang
berjudul Lao-tzu, pada periode yang lebih kemudian.
C.
Tao,
yang-Tak Bisa Diberi Nama
Dalam
bab yang lalu, kita telah melihat bahwa para filsuf mazhab Nama-nama, melalui
penyelidikan terhadap nama-nama, berhasil menemukan “sesuatu yang terletak di
luar ruang dan bangun”. tetapi kebanyakan orang hanya berpikir dari sudut “apa
yang terletak dalam ruang dan bangun”, yaitu dunia aktual. melihat kepada
hal-hal yang aktual, mereka tidak memiliki kesulitan dalam mengungkapkannya,
dan meskipun mereka menggunakan nama-nama hal itu, namun mereka tidak menyadari
bahwa yang mereka yang gunakan itu adalah nama-nama. Dengan demikian, ketika
para filsuf mazhab nama-nama mulai berfikir tentang nama-nama itu sendiri, maka
pemikiran ini menunjukansuatu kemajuan yang besar. Berpikir tentang nama-nama
adalah berpikir tentang pemikiran. Inilah pemikiran tentang pemikiran dan oleh
karena itu merupakan pemikiran pada tahap yang lebih tinggi.
D.
Perkembangan
Ada yang memahami
Tao sebagai filsafat, ada juga yang memahaminya sebagai agama. Bidang-bidang
yang berkembang berdasarkan paham Taoisme, antara lain: Taiji, Qigong, bidang
kesehatan, Kimia, musik, dsb. Salah satu perkumpulan Taoisme di Cina memiliki
kumpulan kitab-kitab hasil kajian Taoisme.[4]
Kitab-kitab tersebut berisikan rangkuman
tentang ajaran asli Taoisme, peraturan Taoisme, Qigong, kajian-kajian tentang kesehatan, Kimia, musik dsb. Kitab suci agama Tao adalah Tao Te Ching, yang terdiri dari
5000 huruf, ditulis secara gaib dengan
bahasa kiasan.
Isi kitab yang terdiri dari 82 bab tersebut
dapat dibagi menjadi dua:
1. Tao, yang diyakini dari mana asal muasal apa yang ada di alam ini
2. Te, yaitu daya yang diperoleh dengan mengikuti Tao
Versi
lain mengataanTao Te Ching memiliki judul asli Lau Tzu. Nama itu diberikan oleh
WangPi (226-149).[5]
Sebagian
mengatakan bahwa kitab tersebut ditulis banyak orang, sebagian lagi mengatakan
dikarang oleh muridnya, dan kitab tersebut adalah karakter fiktif. Selain Tao
Te Ching, ada beberapa kitab agama Tao, yaitu :
1.
Chuang
Tzu / Zuangzi
2.
Leizi /
Lieh Tzu
3.
Huainanzi
4.
BaoPuzi.
E.
Ajaran-ajarannya
Di dalam Taoisme,
ketuhanan terwujud di dalam berbagai cara. Dalam pengertian, semua penciptaan yang
ada di alam ini adalah bukti keberadaan
Tuhan. Tao dikenal dengan dengan
dewa-dewa, seperi: Lao Zi, Taishang Laojun, Dewa Lau. Tao memiliki konsep unik
untuk memperoleh keberhasilan, yaitu WuWei, atau tanpa berbuat, tanpa bertindak
Berdasarkan konsep
WuWei, apapun yang dilakukan oleh manusia harus menyelaraskan diri dengan
alam. Pengikut Tao, menekankan pencegahan
sejak awal. Apabila ada masalah kecil harus segera diselsaikan, karena jika
tidak, masalah akan menjadi besar dan tenaga yang dibutuhkan akan semakin
besar.
Dalam masalah hukum
dan undang-undang yang berlaku dalam suatu negara, diusahakan untuk tidak
terlalu banyajk membebani rakyat, karena masing-masing orang punya cara sendiri
untuk menyelesaikannya.
Dalam
konsep Tao, kebaikan yang dilakukan di dunia ini akan dibalas dengan kebaikan
pula, begitupun kejelekan. Dalam kehidupan sehari-hari, jika kita berpikir dan
bertindak bertentangan dengan langit dan bumi, maka roh dalam diri kita akan
lapor kepada bintang-bintang. Dan akan mendatangkan hukuman.[6]
Dalam pndangan agama Tao, orang mati berusia
muda atau dalam kandungan, tidak dikenai hukuman. Karena belum membuat
kesalahan. kemudian Dalam agama Tao, juga mengakui adanya dosa turunan, yaitu
dosa yang diwariskan oleh leluhur kepada anak cucu Langit dalam agama Tao
dianggap memiliki kekuasaan tertinggi, dan mengetahui apa yang ada di bumi. Fenomena
alam yang terjadi, seperti banjir, gempa bumi, merupakan pertanda dari langit,
agar manusia membaca pertanda itu.
Kekayaan yang didapat manusia adalah imbalan
dari kebaikan yang diperbuatnya.Suatu Bagian yang sentral dari Tao Te Ching
menyatakan bahwa langit dan bumi adalah guru penuh kebaikan.
F.
Ritual-Ritual
Penganut
Tao, melakukan ritual sembahyang dan memanjatkan doa-doa di Klenteng. Sedang di
Indonesia, selain di klenteng juga di Vihara Tridharma. Bagi penganut yang
mempunyai meja sembahyang di rumah, maka mereka pun juga melakukan sembahyang
di situ. Mereka bersembahyang dengan menghaturkan terimakasih atas pemberian
Tuhan, memohon kelamatan, rejeki dan perlindungan.PenganutTao, melakukan ritual
sembahyangnya dan memanjatkan doa-doa mereka di Klenteng-klenteng. Sedang di Indonesia,
selain di klenteng juga di ViharaTridharma.Bagi penganut yang mempunyai meja
sembahyang di rumah, maka mereka pun juga melakukan sembahyang di situ. [7]
Mereka
bersembahyang dengan menghaturkan terimakasih atas pemberian Tuhan, memohon
keselamatan, rejeki dan perlindungan. “Rencanakan hal-hal yang sulit
dari hal-hal yang mudah terlebih dahulu; lakukan hal-hal yang besar dari
hal-hal yang paling kecil dahulu; hal yang paling sulit di dunia ini
dimulai dari hal-hal yang paling mudah; hal yang paling
besar di dunia dimulai dari hal yang paling kecil”
DAFTAR PUSTAKA
Tanggok, M. Ikhsan , Mengenal Lebih Dekat Agama Tao, Jakarta :UIN Jakarta Press: 2006
Smith, Huston, terj, Agama-Agama Manusia, , Jakarta:
Yayasan Obor indonesia, 2001
http://winsig-cina.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar