Halaman

Kamis, 13 Juni 2013

Politik Islam Indonesia



GERAKAN POLITIK ISLAM INDONESIA
Disusun Guna Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Pemikiran Modern Dalam Islam Di Indonesia
Dosen Pembimbing     :  Abdul Muthallib, M.A
Oleh    :
Siti Ikhwanul Muthmainnah Pamungkas
1111033100031
uin.jpg

PROGRAM STUDY AKIDAH DAN FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF  HIDAYATULLAH
JAKARTA
2013


A.    PENDAHULUAN

            Asal-usul dan pertumbuhan Politik Islam Indonesia dapat dikatakan identik dengan asal-usul dan pertumbuhan Sarekat Islam. Terutama duapuluh tahun pertama didirikannya. Sebuah Partai Islam lainnya, Persatuan Muslimin Indonesia di daerah Sumatra pernah aktif sebagai partai Politik Islam Indonesia dalam beberapa tahun pada permulaan tahun 1930, akan tetapi setelah itu ia lumpuh dikarenakan mendapat tekanan dan tindakan kecaman dari pemerintah Belanda.[1] Partai Islam Indonesia yang tumbuh sekitar tahun 1937 awalnya memperlihatakan perkembangan dan harapan-harapan yang besar bagi bangsa Indonesia, namun hal ini hanyalah mimpi belaka dan tidak pernah tercapai, karena lima tahun setelah itu bala tentara Jepang datang untuk mengambil alih kekuasaan dari Belanda.
            Karena keadaan politik dan partai-partai politik Islam Indonesia tidak mempunyai kesempatan tumbuh secara baik, terbukalah kemungkinan untuk mempelajari aspek politik dari gerakan pembaharuan Islam dari perkembangan Sarekat Islam. Maju mundurnya pergerakan partai ini, memperlihatkan banyak sedikitnya , maju dan mundurnya posisi umat Islam di Indonesia yang mendasarkan ideologinya pada ajaran Islam.
            Lahirnya Sarekat Islam di ranah perpolitikan Islam Indonesia yang berbasis  Islam, menjadi inspirasi wajib banyak tokoh pergerakan  Islam  masa awal Indonesia membentuk partai-partai Islam dan memperjuangkannya sebagai alat mencapai kemerdekaan  mutlak Indonesia pada  masa pra kemerdekaan. Namun tidak hanya pada masa itu saja, di masa reformasi hingga kini pula, banyak partai-partai politik Islam yang mendirikan partai politik Islam dengan beralaskan bahwa sebagian mereka mempunyai keterkaitan historis khusus dengan partai-partai politik Islam pertama di indonesia seperti Sarekat Islam.


B.     AWAL MULA PERGERAKAN POLITIK ISLAM DI INDONESIA : SAREKAT ISLAM

      Sarekat Islam didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1912, yang muncul dari organisasi yang telah mendahuluinya yang bernama Serekat Dagang Islam. organisasi ini awalnya dibentuk karena adanya beberapa hal, yakni; kompetisi yang meningkat dalam bidang perdagangan batik terutama dengan para pedagang China, dan adanya sikap superioritas orang-orang China terhadap orang-orang Indonesia sehubungan dengan meletusnya revolusi China di tahun 1911.[2]
      Tujuan awal berdirinya organisasi Sarekat Islam Indonesia yang sebagai benteng orang-orang Indonesia pada umumnya yang terdiri dari pada pedagang batik terhadap perilaku superioritas bangswan China tadi  pada akhirnya menaruh perhatian terhadap masalah organisasi dan politik, pada pertengahan 1912 Sarekat Islam mulai menaruh perhatian terhadap urusan-urusan organisasi termasuk didalamnya pencarian anggota dan pemimpin,  penyusunan anggaran dasar, dan hubungan antara organisasi pusat dan organisasi daerah. [3]Setelah berhasil menuntaskan masalah pengurusan organisasi dan penyusunan anggaran, menyebabkan organisasi Sarekat Islam ini berjalan dengan lancar hingga mencapai puncaknya pada tahun 1916-1921. Namun mulusnya organisasi pasti mendapatkan banyak rintangan pula. Dimasa puncaknya cukup banyak konflik  partai terjadi bahkan Sarekat Islam pernah dibekukan oleh Residen Surakarta walaupun pada akhirnya diaktifkan kembali. Tokoh yang sangat berjasa dalam perjalanan sulit Sarekat Islam adalah Oemar Said Tjokroaminoto. Ia memperjuangkan dan memperkuat Sarekat Islam yang berada dalam masa-maa krisisnya. Ia memperjuangkan adanya kerjasama yang erat di antara satuan-satuan Sarekat Islam lokal. Tjokroaminoto berhasil memberikan bentuk yang jelas tentang struktur Sarekat Islam dan berusaha mengurangi penderitaan rakyat yang pada saat itu berada pada situasi dibawah tekanan pemerintah Belanda. Selain Tjokroaminoto, banyak sekali tokoh-tokoh yang memberikan konstribusi penting di Sarekat Islam , seperti: Abdoel Moeis dan H.Agus Salim
      Pada periode tahun 1916-1921, struktur organisasi Sarekat Islam sedikit banyak menunjukkan arah kestabilan. Sarekat Islam memberikan perhatian lebih khusus kepada berbagai masalah baik dalam hal politik maupun hal keagamaan. Sifat-sifat politiknya tercermin dengan jelas pada setiap kongres-kongres tahunannya. Perkembangan kongres-kongres yang di adakan Sarekat Islam mengalami perubahan yang signifikan, pertemuan-pertemuan organisasi yang tadinya hanya disebut sebagai kongres, pada periode lanjutannya berkembang menjadi kongres nasional. Diadakannya kongres nasional ini tidak hanya menunjukkan bahwa organisasi ini telah tersebar di hampir seluruh tanah air melainkan suatu usaha sadar diri para pemimpin Sarekat Islam untuk menyebarkan dan menegakkan cita-cita Nasionalisme, dengan Islam sebagai landasan dasar pemikirannya.[4]
      Tjokroaminoto selaku ketua Sarekat Islam berkata bahwa dengan ditegakkan Nasionalisme, diharapkan agar meningkatkan rasa kebangsaan orang-orang Indonesia yang merupakan usaha pertama untuk berjuang menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang-kurangnya orang-orang Indonesia  diberikan haknya untuk mengemukakan pendapatnya dalam hal politik. Menurut Abdoel Moeis, Nasionalisme merupakan suatu usaha agar kemerdekaan suatu bangsa dan suatu negeri dicapai dengan cepat. Sarekat Islam menuntut berdirinys dewan-dewan daerah , perluasan hak-hak Volksraad dengan tujuan untuk mentransformasikam menjadi lembaga perwakilan yang sesungguhnya untuk keperluan legislatif. Selain itu Sarekat Islam juga menuntut penghapusan kerja paksa dan sistem izin untuk bepergian.
      Tidak haya berjuang dalam bidang perpolitikan saja, Sarekat Islam juga memperjuangkan hak-hak lainnya demi kemajuan bagsa Indonesia agar tidak terus menerus dihina dan direndahkan oleh bangsa lain. Dalam bidang pendidikan , Sarekat Islam menuntut penghapusan peraturan yang mendeskriminasikan penerimaan murid-murid di sekolah-sekolah. Ia juga menuntut terlaksana program wajib belajar untuk semua penduduk, perbaikan dan pertambahan jumlah sekolah-sekolah dan pemberian beasiswa berprestasi kepada pemuda-pemuda tanah air untuk belajar ke luar negeri. Tentu hal merupakan tidakan yang sangat luar biasa. Partai Sarekat Islam tidak hanya berkutat dalam dunia perpolitikan saja seperti partai-partai politik yang berkembang dimasa saat ini, kebanyakan partai hanyalah mengembangkan perjuangannya dalam hal politik untuk mencari simpati masyarakat Indonesia. Partai Sarekat Islam bukanlah partai yang hanya mau berjuang pada beberapa bidang saja. Partai Sarekat Islam pun memikirkan peningkatan kualitas sdm Indonesia dengan memperjuagkan sistem persamaan pendidikan. Mereka menginginkan kelak Indonesia bisa menjadi bangsa yang memiliki SDM yang handal dan cerdas , bangsa yang tidak mudah diambil harga dirinya oleh bangsa lain. Sarekat Islam mempunyai harapan agar sebagian besar atau bahkan keseluruhan masyarakat Indonesia tidak lagi buta huruf, yang hanya terkungkung dengan peraturan-peraturan pemerintahan kolonial. Mereka menginginkan semua golongan masyarakat Indonesia bisa ikut andil dalam usaha-usaha pergerakan dan kemajuan untuk mencapai suatu negara yang merdeka secara mutlak.
      Sarekat Islam juga menuntut adanya pemisahan fungsi eksekutif dan yudikatif. Karena pada saat itu persoalan pertikaian antara pihak-pihak pemerintah  dan yang diperintah sering terjadi. Sarekat Islam menginginkan persamaan kedudukan dalam pemerintahan maupun dalam hukum antara pemerintah dan golongan penduduk negeri khususnya perlindungan hukum bagi penduduk yang lemah.[5] Tidak hanya sampai disitu saja, Sarekat Islam melakukan perjuangan-perjuangan dalam bidang industri, pertanian dan bahkan dalam bidang keuangan.
      Partai Sarekat Islam menuntut perbaikan dalam bidang agraria dan pertanian dengan penghapusan particulieren landerijen( milik tuan tanah ) serta perbaikan irigasi-irigasi. Selain itu partai juga menuntut peNasionalisasian industri-industri yang mempunyai sifat monopoli dan yang memenuhi hajat hidup orang banyak.
      Dalam bidang keuangan dan pajak, partai menuntut adanya pajak-pajak berdasarkan proporsional  serta terhadap pajak-pajak yang dipungut dari laba perkebunan. Partai juga mendesak agar pemerintah memerangi alkohol dan segala jenis yang dapat merusak generasi penerus bangsa. Dan partai juga melarang adanya penggunaan tenaga anak dibawah usia produktif.
      Keseluruhan tuntutan dan program kerja partai Sarekat Islam ini selalu diperinci  dalam setiap mosi-mosi partai dalam setiap kongres tahunan. Partai Sarekat Islam juga mengirimkan utusan-utusan partai untuk ikut serta dan berpartisipasi dalam Dewan Rakyat. Walaupun sering terjadi perdebatan pendapat tentang partisipasi dalam Dewan Rakyat, tetapi mereka tetap berpartisipasi dalam Dewan Rakyat. Abdoel Moeis berpendapat bahwa ia melihat Dewan Rakyat merupakan suatu langkah awal untuk mendirikan dewan perwakilan yang sebenarnya, walaupun ia sendiri tidak sepenuhnya puas dengan kekuasaan dan wewenang yang dilakukan oleh Dewan Rakyat.[6]
      Permasalahan diatas merupakan awal malapetaka kemunduran Partai Sarekat Islam. Perdebatan terjadi antara dua kubu internal partai, kubu Abdoel Moeis dan kubu Semaun , yang memperdebatkan tentang fungsi Dewan Rakyat. Menurut Semaun Dewan Rakyat hanyalah akal-akalan dari kaum kapitalis untuk semakin menjatuhkan Indonesia dan mengelabui pandangan rakyat jelata untuk mendapatkan keuntungan yang berlimpah. Namun partai lebih memilih keputusan Abdoel Moeis untuk bergabung dalam Dewan Rakyat.
      Tjokroaminoto yakin bahwa Dewan Rakyat merupakan wadah aksi yang tepat yang bertindak sebagai wadah penasehat bagi parlemen kolonial Belanda dan sebagai rem bagi anggota-anggota parlemen yang konservatif. Dan akhirnya dengan idenya inilah Tjokroaminoto pengangkatan dirinya dalam dewan rakyat disetujui oleh para satuan-satuan Sarekat Islam Lokal dan Sarekat Islam Central.
      Namun setelah beberapa waktu Partai Sarekat Islam berpartisipasi dalam dewan rakyat, ada beberapa masalah yang mencuat kembali dalam sidang dewan rakyat yaitu penolaka Dewan tersebut atas mosi Partai Sarekat Islam untuk mengurangi luas tanah yang dipergunakan bagi penanaman tebu dengan 25 persen. Yakin dengan kebenaran mosi ini yang menurut mereka bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak, sebagian pemimpin-pemimpin Partai Sarekat Islam yang awalnya menyetujui partisipasi partai dalam dewan rakyat mulai mempersoalkan perlu atau tidaknya partisipasi ini dilanjutkan. Hal inilah yang kemudian menjadi perdebatan panjang tiada henti dalam internal partai. Sarekat Islam residen Semarang yang dipimpin Semaun yang berbalik haluan menjadi Komunis mulai menyerang Sarekat Islam dengan terus menerus menolak kepemimpinan dan keputusan partai serta melakukan propaganda-propaganda yang melemahkan keutuhan partai.
      Perebutan kepemimpinan terjadi atara dua kubu tersebut. Masing masing kubu saling berlomba-lomba untuk mendapatkan kepercayaan rakyat. Kedua belah pihak pun melakukan federasi serikat-serikat sekerja seperti Serikat Sekerja Gula, Serikat Sekerja Pegadaian  dan Persatuan Pergerakan Kaum Buruh Hindia untuk mendapat dukungan.
      Namun perselisihan tak kunjung surut. Kaum komunis menyatakan ketidak percayaannya terhadap kepemimpinan Sarekat Islam dibawah Tjokroaminoto. Walaupun pada akhirnya kedua belah pihak inipun berdamai pada kongres nasional  partai yang kelima . Tjokroaminoto memang lebih mementingkan keutuhan partai ketimbang persoalan persoalan prinsip seperti sesuai atau tidaknya Komunisme dengan Islam atau dengan Nasionalisme.
      Masuknya komunis dalam partai meluluhlantakkan secara perlahan tubuh Partai Sarekat Islam. Belanda juga melakukan penekanan-penekanan dan penumpasan pada partai-partai yang tentunya hal ini membuat takut sebagian besar anggota partai sehingga pada akhirnya mereka lebih memilih mundur. Faktor kemunduran partai juga diakibatkan karena bayaknya pertentangan-pertentangan yang terjadi di antara para pimpinan partai terlebih dalam soal-soal yang bersifat pribadi.
      Pada periode kurun waktu 1927-1942, Sarekat Islam bertransformasi menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia. Di periode ini, sarekat Islam melakukan perubahan , seperti pada struktur partai dan dasar partai. Sarekat Islam yang awalnya berasaskan Islam mulai berubah menjadi sebuah partai yang kekuasaannya bersandar pada kemauan rakyat yang menyatakan  sepenuhnya suaranya dalam MPR yang susunannya berdasarkan asas demokrasi yang seluas-luasnya.[7] Mengenai program kerja PSSI, sebagian besar melanjutkan program kerja Sarekat Islam dengan melakukan beberapa perubahan dan penambahan di beberapa bidang.

C.     PERGERAKAN PARTAI POLITIK ISLAM SEKARANG

      Pergerakan Partai Politik Islam di Indonesia di masa pemerintahan Soeharto (Orde Baru) mengalami pasang surut. Hal ini diakibatkan aturan yang diterapkan Soeharto yakni penerapan asas tunggal, dimana asas ini secara langsung mencabut hak-hak kebebasan untuk berpolitik bahkan menyampaikan hak-hak politik di depan massa. Peraturan ini tentunya menguatkan sebagian partai besar yang mendapat perhatian dari pemerintah saja dan tentunya akan memadamkan partai-partai yang  sedang berkembang.  Bahkan asas tunggal juga memadamkan dan membatasi hak-hak untuk membuat partai politik yang sesuai dengan ideologi masyarakat. Keadaan ini tentu saja menimbulkan perlawanan dari berbagai pihak. Hingga pada pucaknya yaitu pada tahun 1999. Mayoritas penduduk Indonesia menghendaki adanya kebebebasan dalam berideologi dan runtuhnya sistem pemerintahan monarki absolut yang diterapkan oleh pemerintahan Orde Baru.  Konflik antara dua kelompok (pemerintah dan masyarakat ) tak dapat di elakkan hingga akhirnya berakhirlah masa orde baru dan meletuslah sistem peemerintahan reformasi  dimana sistem pemerintahan yang menerima dan menghargai hak-hak berpendapat dan berideologi masyarakat untuk memilih dan menentukkan sendiri arah  politik Indonesia.
      Runtuhnya rezim Orde Baru tentu tidak disia-siakan oleh umat Islam untuk menyusun kembali perjuangan penegakkan syari’at Islam di jalur politik. Munculnya partai-partai Islam di masa saat ini adalah karena mencuatnya kembali cita-cita menjadikan Islam sebagai landasan berbangsa dan bernegara.[8] Semangat ini tentu saja merupakan warisan dari para aktor-aktor politik Islam zaman pra-kemerdekaan  seperti semangat perjuangan Tjokroaminoto dalam menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat yang bernafaskan Islam.
      Munculnya partai-partai Islam saat ini merupakan jelamaan dari partai Islam pra Kemerdekaan. Mereka mewarisi semangat bahkan berlomba-lomba untuk mengklaim partai politiknya sebagai penerus partai Islam terdahulu, Partai Sarekat Islam. Partai-Partai Islam yang memperoleh justifikasi historis menjadi kelanjutan kebesaran partai Islam di masa lalu. Banyak partai-partai Islam seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Bulan Bintang (PBB) dan partai  lainnya yang mengaku mempunyai hubungan historis dengan partai Islam pendahulunya. Mereka menyebutkan Islam sebagai asas dasar partai, sama halnya seperti pada asas partai Sarekat Islam dahulu.
      Namun partai-partai Islam saat ini sebagian besar lebih berorientasi pada pencarian dukungan umat Islam sebanyak-banyaknya daripada melakukan perjuangan-perjuagan seperti pada perjuangan Sarekat Islam dahulu. Jika dilihat dari sejarah, partai Islam dahulu lebih mengutamakan pergerakan-pergerakan untuk mensejahterakan rakyat dan mencapai kemerdekaan Indonesia daripada mencari dukungan untuk mendapatkan popularitas. Tentu hal ini sangat bertolak belakang dengan tujuan partai-partai Islam saat ini. Walaupun pada umumnya partai-partai ini berjanji untuk melakukan perbaikan –perbaikan seperti halnya partai besar Islam terdahulu, toh pada akhirnya sebagian besar dari anggota partai mereka lebih mengutamakan kursi jabatan dan memperbanyak massa daripada merealisasikan janji-janji mereka.
      Partai-partai Islam masa revolusi berlomba-lomba untuk menarik suara umat Islam sebanyak-banyaknya. Namun akibat ambisi ini tidak disertai dengan pergerakan-pergerakan yang nyata, pada pemilu 1999, banyak partai-partai Islam yang gagal mendapat suara yang layak. Karena pada saat itu minat politik masyarakat Indonesia lebih cenderung pada partai-partai nasionalis seperti GOLKAR. Hal ini tentu saja membuat partai politik islam semakin terpuruk dan tertinggal jauh oleh partai kaum nasionalis dalam perolehan suara.
      Tetapi  faktor terpuruknya partai-partai islam bukan diakibatkan Islam sebagai landasannya, akan tetapai melainkan dari faktor para pengurus dan para pemimpinnya yang kurang becus dalam  mengatur dan mengurus  kinerja partainya.[9] Mereka akhirnya menyatukan suara semua partai untuk melakukan dukungan terpusat pada satu calon yang akan melaju pada puatan pemilihan presiden, yakni Abdurrahman Wahid.  Ini merupakan taktik poros terngah. Taktik poros tengah juga dipakai untuk mengganjal naiknnya tokoh dari kaum nasionalis kekursi presiden. Dan saat itu memang Abdurrahman Wahid lah yang terpilih menjadi presiden Indonesia mengalahkan megawati untuk menggantikan B.J Habibie. Ini diaggap sebagai kemenangan besar sementara bagi umat Islam atas kaum Nasionalis.
      Padahal kaum Islam di masa pra Kemerdekaan tidaklah seambisius ini dengan jabatan. Sebagai contoh adalah Wahid Hasyim, ia adalah contoh politikus Islam idealis yang sagat menjunjung tinggi Islam di atas segalanya, namun ia tetap menghormati segala keputusan yang diambil oleh kaum Nasionalis walaupun pada saat itu keputusan itu sangat mengecewakan kaum Islam pada umunyanya dan Wahid Hasyim pada khususnya. Begitu juga para anggota Sarekat Islam, mereka lebih mementingka persatuan semua golongan daripada mementingkan masalah prinsip seperti prinsip ketidak cocokan Islam dan Nasionalime.
      Kemenangan Islam atas Nasionalisme pada pemilu 1999 tentu menimbulkan konflik yang nyata antara kedua kubu tersebut. Hingga akhirnya terjadi kesepakatan untuk mencalonkan Megawati , kaum Nasionalis, sebagai wakil Presiden dari Abdurrahman Wahid. Tentu ini merupakan suatu langkah yang sangat luarbiasa untuk menyatukan perseteruan antara kaum Islam modernis dan Nasionalis yang memang sudah mengakar kuat dari zaman pra Kemerdekaan.
      Akibat kecerobohan Abdurrahman Wahid dalam memimpin dan membuat keputusan yang sepihak, banyak anggota parlemen dari kubu Nasionalis yang mengkritik dan memintanya untuk mengundurkan diri. Memang banyak sekali kesalahan besar yang terjadi pada masa pemerintahan beliau seperti pada salahnya penanganan konflik berdarah di Ambon, penyalahgunaan dana sumbangan dari Kerajaan Bruney , membuka hubungan dagang dengan zionis Israel dan lain sebagainya. Walaupun ada beberapa pembaharuan-pembaharuan penting yang ia lakukan. Tidak hanya sampai situ saja , Abdurrahman Wahid juga berusaha mempertahankan kedudukannya dengan mengeluarkn dekrit tentang pembubaran MPR dan DPR. Hal ini  merupakan anggapan kegagalan umat Islam dalam memimpin. Mereka tidak berkaca pada kebesaran partai Islam masa lampau, bagaimana partai Islam dahulu banyak berjuang dan bergerak untuk mencapai kesejahteraan dan kemerdekaan bangsa tanpa harus mengabaikan Islam sebagai landasan berfikir mereka.
      Keadaan  partai Islam dahulu dengan partai Islam sekarang memanglah  berbeda. Jika dahulu partai Islam walaupun mereka berbeda pendapat dengan sesama anggota atau bahkan dengan lawan politik, mereka tetap menghargai satu sama lain, saling melengkapi kekosonga diantara mereka. Bahka mereka saling mendukung kebijakan dan kekuasaan lawan politiknya. Tidak seperti keadaan partai politik saat ini, politik Islam saat ini masih disekat-sekat dengan adanya simbol dan citra partai. Sesama partai Islam yang memiliki ideologi sama saja masih banyak yang tidak sependapat , apalagi dengan partai yang memiliki ideologi berbeda, tentu semakin sulit untuk disatukan.
      Radikalisasi partaipun terjadi saat ini. Banyak partai-partai Islam yang berkoalisi dengan partai Nasionalis hanya untuk mendapatkan bagian dalam pemerintahan. Partai-partai Islam saat ini lebih mengutamakan kedudukan dan jabatan dalam pemerintahan daripada memperjuangkan aspirasi rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit anggota-anggota partai yang hanya bisa mengobral janji tanpa memenuhi janji-jajinya setelah mendapat simpati umat Islam dan bahkan ada bebrapa yang sampai tersandung kasus-kasus korupsi yang jelas-jelas merupakan hal yang sangat dilarang oleh syari’at Islam.
      Pergerakan partai politik Islam saat ini terfokus pada beberapa hal, seperti pengentasan kemiskinan, peningkatan kesejahteraan rakyat, peingkatan mutu pendidikan serta meneruskan program-program kerja partai-partai Islam terdahulu, yakni mengembalikan kemurnian Islam dan menjadikan Islam sebagai asas partai.  Tentu hal-hal di atas bukanlah hal baru dalam dunia politik Islam Indonesia. Hal itu merupakan program-program lanjutan dari Partai Sarekat Islam dahulu. Mereka memang menginginkan partai Islam saat ini bisa berjaya dan besar seperti dahulu , bisa lebih banyak menyalurkan aspirasi-aspirasi rakyat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya dan berpartisipasi dalam perjalanan pemerintahan di Indonesia.
















D.    KESIMPULAN

      Asal-usul dan pertumbuhan Politik Islam Indonesia dapat dikatakan identik dengan asal-usul dan pertumbuhan Sarekat Islam. Partai Sarekat Islam banyak mengilhami berdirinya partai-partai politik Islam di masa sekarang. Sarekat Islam adalah partai politik yang menjadikan Islam sebagai asas dalam bernegara dan berbangsa .
      Sarekat Islam memberikan perhatian lebih khusus kepada berbagai masalah baik dalam hal politik maupun hal keagamaan .Perjuangan Sarekat Islam dalam dunia perpolitikan Indonesia tidaklah sedikit. Banyak tuntutan-tuntutan dan perjuangan yang ia lakukan demi tercapainya kesejahteraan penduduk indonesia dan kemerdekaan Indonesia.
      Runtuhnya rezim Orde Baru tentu tidak disia-siakan oleh umat Islam untuk menyusun kembali perjuangan penegakkan syari’at Islam di jalur politik. Munculnya partai-partai Islam di masa saat ini adalah karena mencuatnya kembali cita-cita menjadikan Islam sebagai landasan berbangsa dan bernegara. Semangat ini tentu saja merupakan warisan dari para aktor-aktor politik Islam zaman pra-kemerdekaan  seperti semangat perjuangan Tjokroaminoto dalam menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat yang bernafaskan Islam.
      Keadaan  partai Islam dahulu dengan partai Islam sekarang memanglah  berbeda. Jika dahulu partai Islam walaupun mereka berbeda pendapat dengan sesama anggota atau bahkan dengan lawan politik, mereka tetap menghargai satu sama lain, saling melengkapi kekosonga diantara mereka. Bahkan mereka saling mendukung kebijakan dan kekuasaan lawan politiknya. Tidak seperti keadaan partai politik saat ini, politik Islam saat ini masih disekat-sekat dengan adanya simbol dan citra partai. Sesama partai Islam yang meliki ideologi sama saja masih banyak yang tidak sependapat , apalagi dengan partai yang memiliki ideologi berbeda, tentu semakin sulit untuk disatukan. Radikalisasi partaipun terjadi saat ini. Banyak partai-partai Islam yang gagal mendapat suara yang layak pada pemilu. Partai politik islam semakin terpuruk dan tertinggal jauh oleh partai kaum nasionalis dalam perolehan suara. Tetapi  faktor terpuruknya partai-partai islam bukan diakibatkan Islam sebagai landasannya, akan tetapai melainkan dari faktor para pengurus dan para pemimpinnya yang kurang becus dalam  mengtur dan mengurus  kinerja partainya.


DAFTAR PUSTAKA

     
Iqbal , Muhammad dan H.Amin Husein, Pemikiran Politik Islam, Kencana Prenada Media Group, 2010
Ismail,Faisal, Pijar-pijar Islam, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan : Jakarta, 2002
Noer, Deliar,  Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, Oxford University Press,1973




[1] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, Oxford University Press,1973 , h.114
[2] Deliar Noer, ibid, h.115
[3] Ibid, h.116
[4] Deliar Noer, ibid,  h.126
[5] Deliar Noer, ibid, h.128
[6] Deliar Noer, ibid, h. 129
[7] Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, Oxford University Press,1973 , h.157
[8]  M.Iqbal dan H.Amin Husein, Pemikiran Politik Islam, Kencana Prenada Media Group, 2010, h.304
[9]  Faisal Ismail, Pijar-pijar Islam, Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan : Jakarta, 2002,h. 128

suhrawardi al-maqtul



SUHRAWARDI AL-MAQTUL

            Syihâb Al-Dîn Yahyâ ibn Habasy ibn Amîrak Abû Al-Futuh Suhrawardî Ia sangat dikenal sebagai pendiri mazhab Iluminasi (Syaikh Al-Isyrâq), yaitu suatu sebutan pembeda dengan Falsafat paripatetik[1]. Ia lahir di kota kecil yaitu Suhraward di Persia barat laut pada tahun 549 H/1154 M. Dan beliau meninggal dengan di eksekusi pada tahun 587 H/ 1191 M di Aleppo. Atas perintah Shalahuddin Al-Ayyubi, yang pada waktu itu dipengaruhi oleh para cendikiawan pada masa itu. Oleh karena itulah ia digelari Al-Maqtul (yang dibunuh).
            Pertama-tama Suhrawardi belajar Falsafah dan Teologi kepada Majd Al-Din Al_Jili, kemudian Ia mengembara ke Ishfan untuk belajar kepada Fakhr Al-Din Al-Mardini (w, 594 H/ 1198 M), konon beliaulah yang meramalkan kematian Suhrawardi.[2] Selain itu Suhrawardi juga bergabung dengan para sufi serta hidup secara asketis.[3]
            Suhrawardi adalah seorang penulis yang cukup produktif yang kebanyakan karyanya tentang persoalan Filsafat. Seperti Hikmah Al- Isyraq, Al- Talwihat, Hayakil Al- Nur, Al- Muqawimat, Al- Mutharibat Al-Wah Al-Imadiyah, Al- Masyari wa Al- Mutharahat, dan sebagian juga ada tulisan tentang doa-doa.[4] Akan tetapi dari sekian daftar karya yang ada diatas ada satu karangan yang paling penting yang menjadi dasar alirannya yaitu Hikmah Al-Isyraq (Iluminasi).
            Filsafat Iluminasi, yang digambarkan oleh Suhrawardi, terdiri atas tiga tahapan yang menggarap persoalan pengetahuan, dan diikuti oleh tahap keempat yang memaparkan pengamalam. Tahap pertama, ditandai dengan kegiatan persiapan pada diri filosof : ia harus meninggalkan dunia agar mudah menerima pengalaman. Tahap kedua, adalah tahap Iluminasi ( pencerahan), ketika filosof mencapai visi (melihat) “Cahaya Ilahi”. Tahap ketiga,yakni tahap konstruksi, yang ditandai dengan perolehan dan pencapain pengetahuan tak terbatas, dan tahap keempat, yag terakhir adalah pendokumentasian, atau bentuk pengalaman visioner yang ditulis ulang. Jadi tahap ketiga dan keempat, seperti didokumentasikan dalam tulisan-tulisan Suhrawardi.
            Teori Suhrawardi mengandung unsur platonik yang mensyaratkan bahwa dengan definisi kita pada dasarnya berusaha mengetahui bentuk-bentuk atau mendapatkan pengetahuan melalui iluminasi, yang disamakan dengan “Cahaya” suatu perinsip riil mendasar dari metafisika           iluminasionis. Baginya cahaya adalah definisi yang menjelaskan dirinya sendiri. Jika ada sesuatu yang tidak perlu didefinisikan berarti sesuatu itu sudah sangat jelas dengan sendirinya, karena tidak ada yang lebih jelas dari pada cahaya, melebihi sesuatu yang lain cahaya tidak membutuhkan definisi.
            Sistem iluminasi dimulai dengan keabshan mutlak intuisi primer dari subyek yang mengetahui yang niscaya dan senantiasa sadar  akan ke Akuan_Nya yang mendahului eksistensi. Dalam filsafat iluminasi kesadaran diri dan entitas yang sadar diri dilukisakan sebagai cahaya dan meliputi semua realitas.
            Berdasarkan teori iluminasi, esensi manusia yaitu kebenaran yang mendasari simbol manusia,dapat ditemukan kembali oleh subyektif. Tindakan penemuan kembali ini merupakan terjemahan simbol itu bagi padanannya dalam kesadaran. Karena jiwa adalah sumber segala sesuatu yang dengannya gagasan tentang kemanusiaan diturunkan, dan jiwa adalah sesuatu yang terdekat oleh manusia, melalui jiwalah seseorang bisa menyadari, pertama-tama, esensi mausia dan esensi segala sesuatu.[5]
            Dalam pengantarnya pada Hikmah Al-Isyraq, Suhrawardi membahas tentang cara bagaimana landasan pengetahuan iluminasionis yang diperolehnya, sebagai berikut : “Aku, ,mula-mula, tidak memperoleh (filsafat iluminasi) melalui berfikir, tetapi melalui sesuatu yang lain, aku mencari pembuktian-pembuktian lebih lanjut baginya. Artinya perinsip filsafat iluminasi itu menurutnya serupa dengan visi yang pertama, dan dengan pengetahuan tentang keseluruhan, Suhrawardi sendiri memporeh itu bukan melalui pemikiran dan spekulasi, melainkan melalui sesuatu yang lain.[6]
            Menurut Suhrawardi Wujud bagi esensi tidaklah sama dengan predikat bagi subyek yang diduga sementra orang. Karena atas dasar bahwa esensi tidak akan ada sebelum, sesudah atau bersamaan waktunya dengan wujud dengan cara yang sedemikian rupa, sehingga yang partikuler tidak menjelma melalui wujud yang menentukan esensinya, melainkan terlepas darinya atau berada disampingnya. Namun hal itu sangat ganjil sekali. Dalam masalah wujud Ia mengkirtik terhadap pembuktiaan Ibnu Sina mengenai eksistensi wujud, atas dasar bahwa ia sama sekali dialektis, karena Ibnu Sina mempertahankan wujud adalah sebuiah aksiden yang dibubuhkan kepada esensi, dan kerana itu esensi yang telah mendahului eksistensi terbukti salah. Segala sesuatu yang mungkin membutuhkan sebuah sebab, karena nya seluruh entitas yang mungkin didunia ini membutuhkan sebab yang seperti itu. Karena ia harus membetuk bagian rangkaian itu dalam dirinya sendiri, maka ia membutuhkn sebuah sebab lain dan seterusnya Ad In Finitum. padahal sebuah rangkai tak terbatas adalah rancu. Karena itu wujud niscaya haruslah menjadi dasar rangkaian itu.[7]
Terima kasih
animasi bergerak.gif


[1] Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Bandung, Mizan, 2003, h 544
[2] Ibid
[3] A, Mustofa, Filsafat Islam, Bandung, Cv, Pustaka Setia, 1999, h 248
[4] ibid
[5] Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Bandung, Mizan, 2003, h 566
[6] Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam, Bandung, Mizan, 2003, h 569
[7] A, Mustofa, Filsafat Islam, Bandung, Cv, Pustaka Setia, 1999, h 253